Manfaat Dzikir

KEBERKAHAN DZIKIR .., OBAT DARI SEGALA OBAT ..! 
… INI LAH FADHILAH & MANFAAT DZIKIR YANG LUAR BIASA …

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim … Dzikir sebagai salah satu senjata yang Allah berikan kepada kita, bermanfaat pula untuk menenangkan jiwa para pelakunya.

Di zaman yang serba instan ini, -dimana budaya pragmatis sudah mendarah daging, kehidupan ibarat rimba raya, serta aneka hiruk pikuk duniawi yang kadang tidak bermanfaat dan tidak kita inginkan- dimana kesemuanya itu selalu hadir dalam tiap jenak kehidupan kita.

Hal ini benar-benar menguras tenaga dan ketenangan jiwa kita sebagai manusia yang secara naluri membutuhkan ketenangan.

Oleh karena itulah, Allah menjanjikan sebuah obat yang sangat mujarab untuk menenangkan hati kita. Tidak perlu bayar mahal, jauh-jauh ke luar negeri dan aktivitas lainnya yang disinyalir bisa memberikan ketenangan.

Apalagi dengan berbagai pelampiasan salah kaprah yang justru merugikan pelakunya. Obat dari Allah itu berupa dzikrullah, sebagaimana disebutkan dalam kalamNya,

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” ( Ar Ra’d 13 : 28 )

Allah SWT Berfirman Dalam surat Al – ahzab 41- 42 yang Artinya : “Wahai Orang-oran gyang beriman sebut-sebutlah nama Allah SWT sebanyak-banyaknya. Sucikanlah nama tuhannya pagi maupun sore hari. “

Dalam Ayat lain Q.S Al – Anfal 45 yang artinya : “Maka sebutlah nama Allah SWT sebanyak – banyaknya demikian itu akan melembutkan dirimu. ”

Q.S Al – Imran 141 yang artinya : ” Dan mereka ygmenyebut² nama Allah dalam keadaan berdiri dan duduk mengharap ampunan dari Allah SWT.”

Bersabda nabi Muhammad SAW yang diwahyukan dari Abu Darda, berkata Rasullah SAW : ” Maka Ketahuilah amalan yang paling terbaik dari amal kalian & mengangkat derajat kalian setelah kalian mendirikan shalat, berzakat, berpuasa dan berhaji ada yang lebih dari pada itu. “

Berkata Sahabat :”Apa itu ya Rasulullah SAW ..? ”

Maka Rasulullah SAW bersabda : “Ingat kepada Allah dalam keadaan terang-terangan maupun tersembunyi”.

Dari Abu Daut Al-Khudri bertanya kepada Rasulullah SAW : “Apakah amalan yang lebih utama nanti di hari kiamat..?”

Bersabda Rasulullah SAW : “memperbanyak menyebut-nyebutnama Allah SWT”.

Bertanya lagi Sahabat: “Bagai mana dengan jihad fi sabilillah ya Rasulullah…?”.

Bersabda Rasulullah SAW : “Walaupun mereka memukulkan pedangnya sehingga keluar darah kepada musuhnya tetap lebih afdol berzikir kepada Allah SWT atas nya dan di angkat derajatnya oleh Allah SWT”.

Diriwayatkan dari Turmidzi dari Abdullah bin Umar radiallahu anhuma,

sesunguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : “Tidaklah seseorang menyebut di muka bumi Allah SWT ini subhanallah walhamdulillah wa lailahailallah wallahuakbar, tanpa kecuali terleburlah semua kesalahanya walaupun dosanya seluas lautan”. (riwayat Hakim shohih).

Menyebut-nyebut nama Allah SWT dan memperbanyak menyebut nama-Nya di dalam membaca Al-Qur’an maupun asmaul husna menjadikan orang tersebut dari kerugian di hari kiamat sebagai mana yang diriwayatkan dari Baihaqi dari Aisah radiallahanha bersabda Rasulullah SAW: “Tidak lah semua anak cucu adam dalam keadaan rugi di hari kiamat kecuali orang yang mengingat-gingat Allah SWT di dalam dunia”.

Ketahuilah hati itu bagaikan batu cincin maka gosoklah ia dengan berzikir ke pada Alah SWT sehingga ia mengeluarkan cahaya/kilauan, maka orang yang meninggalkan zikir dia akan mendapatkan dua kegelapan hati :

1. Kegelapan noda-noda dosa yang teramat gelap … 
2. Kerasnya hati …

Tidaklah keduanya akan sirna kecuali dengan berzikir kepada Allah SWT.

Ayat Allah SWT di dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Haj 46 yang artinya : “Sesunguhnya mata-mata mereka tidak buta akan tetapi mata-mata mereka melihat”, apa yang menyebabkan mereka buta mengingat Allah SWT, yang menyebabkan mereka buta adalah mata hati mereka yang ada di dalam dada mereka dalam mengingat Allah SWT”.

Rosulullahi saw bersabda ” “Perumpamaan orang yang suka berdzikir kepada Tuhannya (Allah) dengan yang tidak berdzikir, seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (Yakni “mati” hatinya. -red) (HR.Bukhari)

Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam yang mengungkapkan berbagai keutamaan dzikir dan doa, sehingga tidak diragukan lagi bahwa amalan lisan yang paling baik adalah memperbanyak dzikir.

Dzikir tidak memerlukan tempat dan waktu yg khusus. Kapan dan dimanapun kita bisa berdzikir. Baik dzikir dgn lisan terlebih lagi dzikir dengan hati. Tentunya maksud daripada dzikir tersebut agar kita senantiasa mengingat kepada Allah.

Ibnu al-Qoyyim Rahimahullah mengatakan bahwa dzikir memiliki 73 (tujuh puluh tiga) manfaat yaitu: …

1. Mengusir setan dan menjadikannya kecewa. 
2. Membuat Allah ridha. 
3. Menghilangkan rasa sedih,dan gelisah dari hati manusia. 
4. Membahagiakan dan melapangkan hati.

5. Menguatkan hati dan badan. 
6. Menyinari wajah dan hati. 
7. Membuka lahan rezeki. 
8. Menghiasi orang yang berdzikir dengan pakaian kewibawaan, disenangi dan dicintai manusia.

9. Melahirkan kecintaan. 
10. Mengangkat manusia ke maqam ihsan. 
11. Melahirkan inabah, ingin kembali kepada Allah. 
12. Orang yang berdzikir dekat dengan Allah.

13. Pembuka semua pintu ilmu. 
14. Membantu seseorang merasakan kebesaran Allah. 
15. Menjadikan seorang hamba disebut disisi Allah. 
16. Menghidupkan hati. 
17. Menjadi makanan hati dan ruh.

18. Membersihkan hati dari kotoran. 
19. Membersihkan dosa. 
20. Membuat jiwa dekat dengan Allah.
21. Menolong hamba saat kesepian. 
22. Suara orang yang berdzikir dikenal di langit tertinggi.

23. Penyelamat dari azab Allah. 
24. Menghadirkan ketenangan. 
25. Menjaga lidah dari perkataan yang dilarang.

26. Majlis dzikir adalah majlis malaikat. 
27. Mendapatkan berkah Allah dimana saja. 
28. Tidak akan merugi dan menyesal di hari kiamat. 
29. Berada dibawah naungan Allah dihari kiamat. 
30. Mendapat pemberian yang paling berharga.

31. Dzikir adalah ibadah yang paling afdhal. 
32. Dzikir adalah bunga dan pohon surga. 
33. Mendapat kebaikan dan anugerah yang tak terhingga. 
34. Tidak akan lalai terhadap diri dan Allah pun tidak melalaikannya.

35. Dalam dzikir tersimpan kenikmatan surga dunia. 
36. Mendahului seorang hamba dalam segala situasi dan kondisi. 
37. Dzikir adalah cahaya di dunia dan ahirat. 
38. Dzikir sebagai pintu menuju Allah. 
39. Dzikir merupakan sumber kekuatan qalbu dan kemuliaan jiwa.

40. Dzikir merupakan penyatu hati orang beriman dan pemecah hati musuh Allah.

41. Mendekatkan kepada ahirat dan menjauhkan dari dunia. 
42. Menjadikan hati selalu terjaga. 
43. Dzikir adalah pohon ma’rifat dan pola hidup orang shalih.

44. Pahala berdzikir sama dengan berinfak dan berjihad dijalan Allah.

45. Dzikir adalah pangkal kesyukuran. 
46. Mendekatkan jiwa seorang hamba kepada Allah. 
47. Melembutkan hati. 
48. Menjadi obat hati. 
49. Dzikir sebagai modal dasar untuk mencintai Allah.

50. Mendatangkan nikmat dan menolak bala. 
51. Allah dan Malaikatnya mengucapkan shalawat kepada pedzikir. 
52. Majlis dzikir adalah taman surga. 
53. Allah membanggakan para pedzikir kepada para malaikat.

54. Orang yang berdzikir masuk surga dalam keadaan tersenyum. 
55. Dzikir adalah tujuan prioritas dari kewajiban beribadah. 
56. Semua kebaikan ada dalam dzikir.

57. Melanggengkan dzikir dapat mengganti ibadah tathawwu’. 
58. Dzikir menolong untuk berbuat amal ketaatan. 
59. Menghilangkan rasa berat dan mempermudah yang susah.

60. Menghilangkan rasa takut dan menimbulkan ketenangan jiwa. 
61. Memberikan kekuatan jasad. 
62. Menolak kefakiran.

63. Pedzikir merupakan orang yang pertama bertemu dengan Allah.

64. Pedzikir tidak akan dibangkitkan bersama para pendusta. 
65. Dengan dzikir rumah-rumah surga dibangun, dan kebun-kebun surga ditanami tumbuhan dzikir.

66. Penghalang antara hamba dan jahannam. 
67. Malaikat memintakan ampun bagi orang yang berdzikir. 
68. Pegunungan dan hamparan bumi bergembira dengan adanya orang yang berdzikir.

69. Membersihkan sifat munafik. 
70. Memberikan kenikmatan tak tertandingi.

71. Wajah pedzikir paling cerah didunia dan bersinar di akhirat. 
72. Dzikir menambah saksi bagi seorang hamba di akhirat. 
73. Memalingkan seseorang dari membincangkan kebathilan.

Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menjadi pribadi yang selalu membasahi bibir, hati dan laku dengan dzikrullah. Sehingga tak ada lagi waktu dan potensi untuk berkata atau berlaku buruk. Apalagi jika sekedar mengatakan yang tidak bermanfaat, menggunjing sesama atau memfitnah saudara semuslim lainnya.

Kesimpulan :

Ayat Al-Qur’an & Hadits Rasulullah SAW dan keterangan di atas telah cukup agar kita sebagai hamba Allah SWT tidak lalai untuk mengingat apa yang telah Allah SWT berikan kepada kita sekalian sebagai hamba-hamba-Nya.

Berdzikir berarti salah satu cara bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya.

Mengingat Allah SWT adalah salah satu tanda terimakasih kita kepada-Nya, sesunguhnya kita tidak bisa menghitung nikmat-nikmat yang telah di berikannya yang terasa maupun yang tak terasa, yang terlihat maupun yang tak terlihat, yang terdengar maupun yang tak terdengar, begitu banyak nikmat yang telah di berikan Allah SWT kepada hamba-Nya yang di jadikan di muka bumi ini seperti para Nabi, Sahabat, Sholihin mereka dijadikan oleh Allah SWT sebagai kekasih-Nya dikarenakan mereka banyak mengingat-ingat nama-Nya dan mensiarkan agama-Nya.

Maka ajarkan hati kita , dirikita, keluarga kita, anak kita, sahabat kita, dan seluruh manusia untuk mengingat Allah SWT (Berzikir).

Wallahu’alam bishshawab, .. 
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …

Buruk Sangka

http://m.inilah.com/news/detail/2144326/penyakit-hati-buruk-sangka

ALLAJ SWT berfirman, Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahapenerima tobat lagi Mahapenyayang. (QS. al-Hujurt [49]: 12).

Hati yang jernih, bening, dan bersih akan terpancar dari perilaku sehari-hari. Tidak ada buruk sangka, yang ada kasih sayang terhadap sesama, berbaik sangka kepada Allah SWT, juga terhadap sesama saudara.Sebaliknya, jika hati kotor, maka yang ada adalah penyakit-penyakit hati yang mengerikan. Salah satunya adalah buruk sangka.

Buruk sangka dalam istilah al-Quran dikenal dengan suudhan dan sebaliknya, istilah untuk baik sangka adalah husnudhan. Keduanya merupakan prasangka terhadap sesuatu atau seseorang.

Jika kita mengawali hari dengan buruk sangka, bukannya dengan doa-doa yang Rasulullah saw ajarkan, maka yang akan terjadi adalah banyaknya kesalahan yang akan kita lakukan di sepanjang hari tersebut.

Pasangan suami istri yang saling berburuk sangka, keduanya akan sibuk dengan pikiran masing-masing, hati tidak menentu. Akhirnya berpengaruh pada kualitas hidup rumah tangga mereka hingga mengabaikan anak-anaknya. Tugas dan kewajiban yang seharusnya menjadi prioritas utama, menjadi terbengkalai karena sangkaan yang bukan-bukan dan tidak ada buktinya.

Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak berburuk sangka. Namun, bukan berarti Islam melarang kita untuk bersikap waspada atau berhati-hati dalam menyikapi situasi. Jika kita berada di dalam lingkungan orang-orang saleh, kenapa kita harus berburuk sangka terhadap mereka.Jika ada yang mengetuk pintu rumah kita dan kita yakin bahwa yang mengetuk itu adalah saudara kita yang baik akhlaknya, kenapa tidak kita ajak mereka untuk masuk dan berbincang di dalam rumah kita?

Begitu juga sebaliknya, jika lingkungan sekitar kita terkenal dengan kejahatan dan kemaksiatan, maka sebaiknya kita mewaspadai segala bentuk situasi yang ada.Bersikap hati-hati itu perlu, tapi tidak berarti kita harus berburuk sangka pada orang di sekitar kita. Namun, Kita pun perlu berhati-hati, jangan sampai kita beranggapan bahwa orang lain telah berburuk sangka kepada kita. Karena jika demikian, maka kitalah yang telah berburuk sangka kepadanya.

Siapapun bisa terjangkit penyakit hati ini. Oleh karenanya, jika kita ingin terhindar dari kebiasaan berprasangka buruk terhadap sesuatu atau seseorang, bahkan berprasangka buruk kepada Allah SWT, cara terbaik yang bisa kita lakukan adalah berbaik sangka.

Tidak ada yang mustahil bagi Allah.Jika niat kita untuk memperbaiki diri itu kuat, disertai dengan usaha maksimal, maka bukan mustahil kita akan hidup dalam kebahagiaan tanpa ada prasangka buruk. Melatih diri untuk mencari seribu satu alasan positif dalam memaklumi sikap atau perilaku orang lain adalah salah satu cara agar kita terhindar dari buruk sangka.

Saat ucapan salam kita tidak dijawab oleh orang lain, maka berbaik sangkalah, siapa tahu mereka tidak mendengar ucapan salam kita. Atau, ketika ada imam salat yang membaca surah selain surah-surah dari Juz Amma dengan lantunan suara yang sangat bagus, maka jangan berburuk sangka bahwa dia berbuat riya.Tanamkanlah dalam hati dan pikiran kita bahwa dia melakukan hal itu karena memang itulah yang patut dia lakukan, dan bahwa dia melakukannya dengan niat ikhlas karena Allah SWT.

Jadi, latihlah hati dan pikiran kita untuk memikirkan segala hal yang positif. Kita mendengar ceramah di masjid, jika hati dan pikiran kita jernih, maka kita akan bertambah ilmu dan akhlak kita akan semakin baik. Kita pun tidak disibukkan dengan prasangka yang bukan-bukan terhadap penceramah. Pikiran dan hati kita menjadi tenang.

Kalaupun kita ada dalam kesulitan ekonomi, jika kita tidak berburuk sangka kepada Allah SWT dan orang-orang di sekitar kita, maka kita tidak akan merasa dunia ini sempit. Kita mampu melewatinya dengan tetap menjaga perilaku kita. Selain akhlak kita terpelihara, kemuliaan kita juga akan tetap terjaga. Dengan menghindari kebiasaan berburuk sangka, selain akan baik dalam pandangan manusia, yang utama adalah baik dalam pandangan Allah SWT.

Perbuatan Khianat adalah Penyebab Kesulitan Hidup – Eramuslim

http://m.eramuslim.com/oase-iman/perbuatan-khianat-adalah-penyebab-kesulitan-hidup.htm

Perbuatan Khianat adalah Penyebab Kesulitan Hidup – Eramuslim

Ada satu jenis lagi perbuatan yang menyebabkan kesulitan hidup di dunia bahkan di akhirat yaitu ; KHIANAT

Pada saat ini masyarakat Indonesia sedang menyaksikan bagaimana orang-orang yang berkhianat  koruptor, manipulator (dsb)  dengan jabatan yang telah diamanahkan bangsa kepadanya di nodai oleh suatu perbuatan khianat terhadap tugas-tugasnya dan kekuasaan yang dipegangnya. Para pemegang amanah itu tidak menjalankan amanat sebaik-baiknya tetapi tragisnya dilain pihak mereka terus berusaha mempertahankan amanat yang diberikan kepadanya dengan berbagai cara, Walhasil ketika perbuatan khianat itu terbuka hijabnya yang selama ini tertutupi, maka tidak saja dirinya yang hancur karena malu, hilang martabat dan hartanya, hancur pula perasaan keluarga dan orang-orang disekelilingnya.

Allah berfirman :

“ Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad ) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahu (Al Anfaal : 27)

Al Wahidi – semoga Allah merahmatinya – mengatakan , Ayat ini diturunkan kepada Abu Lubabah ketika Rasulullah Saw mengutusnya ke Bani Quraizhah, saat mereka dikepung. Sedang keluarga dan anaknya ada di dalamnya. Kemudian mereka berkata kepada Abu Lubabah, “ Wahai Abu Lubabah, apa pendapatnmu jika kita memakai keputusan Sa’ad demi kepentingan kita ? “ Kemudian Abu Lubabah mengisyaratkan kelehernya, maksudnya ia akan disembelih, maka jangan kalian melakukan hal tersebut.Perbuatan itu adalah khianat kepada Allah dan RasulNya. Abu Lubabah berkata “ Kakiku masih tetap berada pada tempat itu, sampai aku sendiri menyadari bahwa aku telah khianat kepada Allah dan Rasul-Nya . Allah berfirman ,

“ Dan sesungguhnya Allah tidak meridhai tipu daya orang yang berkhianat (QS Yusuf : 52)

Maksudnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang khianat atas amanat yang dibebankan kepadanya. Ini berarti bahwa Allah akan membeberkan aibnya’ pada akhir nanti dengan dijauhkannya hidayah dari Allah.

Allah berfirman :

Akan tetapi jika (tawanan-tawanan itu ) bermaksud hendak berkhianat kepadamu, maka sesugguhnya mereka telah berkhianat kepada Allah sebelum ini, lalu Allah menjadikan(mu) berkuasa terhadap mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana (Al Anfaal : 71)

Meskipun para tawanan itu hendak mengkhianatimu, wahai Muhammad dengan menampakkan seakan-akan baik dalam perkataannya dan mereka beriman, tetapi sebenarnya mereka telah mengkhianati Allah, sebelum terjadi peperangan ini yaitu perang Badar .

Allah berfirman,

“ Hai orang-orang beriman , janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (al Anfaal :27)

Maksudnya, janganlah kalian mengkhianati agama kalian dan Rasul kalian dengan membocorkan rahasia-rahasia kaum Mukminin. Dan mengkhianati apa yang telah diamanatkan kepada kalian berupa taklif-taklif syari, kewajiban-kewajiban agama , sebagaimana firman Allah.

 Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit , bumi dan gunung-gunung , maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia.Sesungguhnya manusia itu amat  zalim dan bodoh (Al Azhaab : 72)

Ibnu Abbas berkata,” khianat kepada Allah itu berupa perbuatan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan dan khianat kepada Rasulullah saw berupa perbuatan meninggalkan sunah-sunah yang telah beliau gariskan dan melakukan maksiat terhadapnya.Begitu juga khianat terhadap amanat, yaitu amal-amal yang telah Allah percayakan kepada hamba-hambaNya

Allah berfirman :

“Dan jika kamu khawatir terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur ., sungguh Allah tidak menyukai orang  yang berkhianat ” (Al Anfaal ’58)

Makna yang dimaksud adalah jika kalian khawatir terhadap suatu kaum akan berbuat khianat , maka cabutlah perjanjian yang telah engkau sepakati  dan katakanlah kepada mereka bahwa kami telah mencabut perjanjian dengan kalian , sekarang kami memerangi kalian . agar mereka tahu pentingnya hal tersebut sehingga mereka akan sama-sama menyadari keutamaan bersamamu dengan ilmunya itu. Janganlah kalian memerangi mereka sedangkan diantara kalian dan mereka ada perjanjian , dan mereka menaruh percaya kepada kalian , hingga perbuatan ini dianggap sebagai tindak pengkhianatan dan mengingkari janji.“ Innallaha laa yuhibbul khaainin” ungkapan ini sebagai alasan diperintahkannya membatalkan perjanjian ,karena Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat khianat dan tidak dapat dipercaya.

Allah berfirman

“….dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena membela orang-orang yang khianat” ( An Nisaa : 105)

“ Dan janganlah kamu berdebat untuk membela orang –orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa (an Nisaa; 107)

Maksudnya janganlah kalian berdebat untuk membela orang yang mengkhianati dirinya dengan melakukan maksiat. Bahwa Alah tidak menyukai orang yang sangat suka berkhianat, tenggelam dalam jurang kemaksiatan dan dosa.

Rasulullah saw bersabda;

Tidak ada iman bagi orang yang tidak dapat diamanati . Tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati perjanjian

 (Hr Ahmad. Al Bazzaar, ath Tharani dan Ibnu Hibban)

Khianat akibatnya akan jelek dalam segala hal. Bahkan dalam suatu kondisi akan lebih jelek dari yang lainnya. Orang yang berkhianat dalam suatu hutan , tidak sama dengan orang yang berkhianat terhadap sanak saudara, harta dan melakukan pebuatan-perbuatan dosa besar.Rasulullah saw bersabda,” Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; jika ia berbicara akan berdusta, jika berjanji ia mengingkari dan jika dipercaya , ia akan berkhianat (HR Bukhari dan Muslim)

Rasullah saw bersada “ Allah berkata, Aku menjadi fihak yang ketiga dari dua orang yang bersepakat, selama tidak ada salah satunya yang khianat.Di dalam hadits itu juga disebutkan Perkara pertama kali yang akan diangkat dari manusia adalah amanah. Dan yang terakhir kali yang tersisa adalah shalat. Barangkali orang yang melakukan shalat itu tidak akan mendapat kebaikan sedikit pun ( Hr bu Dawud dan Al Hakim).

Rasulullah saw juga bersabda, “ Jauhkanlah kalian dari amanat, karena ia adalah akhlak yang paling tercela (Hr abu Dawud , An Na- Nasa’I, dan Ibnu Maajah)

Rasulullah saw bersabda,” Beginilah ahli neraka, beliau menyebutkan seeorang yang tidak diragukan sifat tamaknya dan jika ia diamanati maka pasti akan khianat.”

Ibnu Mas’ud r.a. berkat,” Di hari Kiamat akan didatangkan orang yang khianat dengan amanahnya.Kemudian dikatakan kepadanya,” tunaikan amanahmu.” Kemudian ia berkata, bagaiamana mungkin aku bisa wahai Tuhanku, sedang dunia telah sirna? Beliau berkata,” kemudian amanah itu berwujud seperti sesuatu ketika ia diambil dari neraka jahanam dan dikatakan kepdanya,” turun dan ambillah ia, kemudian keluar darinya.”Beliau berkata,” Kemudian ia turun dan mengambilnya dengan digendong di pundaknya , yang beratnya melebihi berat gunung di dunia. Sehingga ketika ia mengira bahwa ia telah selamat, tiba-tiba ia tergelincir kembali. Tergelincir dalam neraka selama-lamanya. “ Kemudian beliau berkata, shalat adalah amanah.Wudhu adalah amanah. Mandi wajib adalah amanah. Timbangan adalah amanah. Maka berikanlah semua titipan itu.

-lr-

Share on: Facebook or Twitter

Definisi Riya’ Dan Penjelasannya | Tanbihun Online

sumber : http://tanbihun.com/tasawwuf/definisi-riya-dan-penjelasannya/

Tanbihun – Secarabahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatuamal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah yaitu:melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia,dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada AllahSWT[1].

Al-Hafidz Ibnu Hajaral-Asqolani dalam kitabnya FathulBaari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengantujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukanpada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-halkebaikan. Sementara Imam Habib Abdullah Haddadpula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau memintadihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untukakhirat.

Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karenaniat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan caramemperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapatpujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikanpenghormatan padanya[2]. Sebagaimanaulama mengatakan[3]:

وَالرِّيَاءُإِيْقَاعُ الْقُرْبَةِ لِقَصْدِ النَّاسِ

“Riya’ adalah melakukanibadah karena mengharap arah kepada manusia supaya mendapatkeuntungan darinya (pujian dan penghormatan)”.

Oleh itu, Syeikh Ahmad Rifa’i berpesan bahwa riya’merupakan perbuatan haramdan satu diantara dosa besar yang harus dijauhi serta di tinggalkan supayaselamat dan amalnya manfaat sampai di negeri akhirat.

Macam-macam Riya’

Lebih lanjut, beliau menjelaskanbahwa riya’ ada 2 macam, sebagaimana ulama menguraikannya[4]:

وَهُوَقِسْمَانِ : رِيَاءٌ خَالِصٌ كَانَ لاَ يَفْعَلَ الْقُرْبَةَ إِلاَّلِلنَّاسِ ,

وَرِيَاءٌ شِرْكٌ كَانَ يَفْعَلَهَا ِللهِ وَلِلنَّاسِوَهُوَ أَخَفُّ مِنَ الْأَوَّلِ

“ riya’dibagi kedalam dua tingkatan: riya’kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanyauntuk mendapatkan pujian dari manusia, riya’syirik yaitu melakukan perbuatan karena niatmenjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkanpujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.

Fudhail Bin Iyadhberkata:“Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amalankarena manusia adalah riya’ dan ikhlasadalah Allah menyelamatkanmu dari keduanya”.

Oleh itu, sifat riya’ sekiranyasudah menjalar masuk ke dalam aktivitas harian dan mendarah dagingdalam tubuh kita amat susah untuk menghilangkannya, karena merekamenganggap sifat riya’ merupakan satu sikap berbuat baik kepadaorang lain, dengan dalih bahwa apa yang mereka kerjakan dalampandangannya adalah perbuatan yang terpuji, hal ini sesuaidengan isyarat Qur’an dalam surah Al-baqarah ayat 11-12:

وَإِذَا قِيلَلَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُمُصْلِحُونَ

أَلَاإِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَايَشْعُرُونَ

“Dan apabila dikatakan kepadamereka:“Janganlah kamu membuat bencana dan kerusakan di muka bumi”,mereka menjawab: ”Sesungguhnya kami orang-orang yang hanya membuatkebaikan”. Ketahuilah! Bahwa sesungguhnya mereka itulah orang-orangyang sebenar-benarnya membuat bencana dan kerusakan, tetapi merekatidak menyadarinya.

Diantara kelembutan riya’adalah menjadikan ikhlas sebagai wasilah untuk mendapatkan apa yangmenjadi keinginannya. Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah mengatakan, “Dihikayatkan dari Abu HamidAl-Ghazali bahwasanya telah sampai kepadanya kabar, barangsiapayang ikhlas kepada Alloh selama 40 hari, niscaya akan terpancarhikmah dari hatinya melalui lisannya. Ia berkata: “Aku telahberbuat ikhlas selama 40 hari, namun tidak juga terpancar hikmahsedikitpun”. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada orang-orang yangarif, mereka mengatakan kepadaku: Karena kamu berbuat ikhlas untukmendapatkan hikmah, bukan ikhlas karena Allah!”[5]. Yang demikian itu dikarenakan tujuan manusiaberbuat ikhlas untuk mendapatkan kelembutan dan hikmah, atau untukmendapatkan pengagungan dan pujian manusia.

Maka hal ini sesuai denganperkataan ulama ahli sufi, bahwa kita kadang tidak bisa membedakanantara riya’ jali (terang) dan khafi (samar),kecuali orang-orang yang benar-benar selalu mensucikan dalamhatinya hanyalah beribadah kepada Allah semata. Karena dengankedekatan pada-Nya, dalam hatinya sudah dibersihkan daripadapenyakit-penyakit yang buruk (madzmumah)[6]:

وَلَايَسْلِمُ مِنَ الرِّيَاءِ الْجَلِيِّ وَالْخَفِيِّ إِلَّاالْعَارِفُوْنَ الْمُوَحِّدُوْنَ لِأَنَّ اللهَ طَهَّرَهُمْ مِّنْدَقَائِقِ الشِّرْكِ

Allah berfirman dalam suratal-Kahfi ayat 110:

قُلْ إِنَّمَاأَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌوَاحِدٌ

فَمَنْ كَانَيَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَايُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Katakanlah: Sesungguhnya aku inimanusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku, bahwasesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa, Barangsiapa yangmengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakanamal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalamberibadat kepada Tuhannya”.

Ayat diatas menerangkan kepadakita, sekiranya beramal tapi masih mengharapkan pujian daripadaselain Allah, maka sifat riya’ sudah masuk dalam diri kita, dan itusangat berbahaya karena kita beramal untuk menuai hasilnya nanti diakhirat.

Allah SWT berfirman dalam suratAsy-Syuura ayat 20:

مَنْ كَانَيُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ

وَمَنْ كَانَيُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِيالْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

“Barang siapa yang menghendakikeuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, danbarang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikankepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginyasuatu bahagianpun di akhirat”.

Apapun jenis ibadah yang kitalakukan, hendaklah dengan satu tujuan menghadap kepada sangIlaah, seperti sholat yangkita kerjakan setiap hari lakukanlah hanya untuk Allah, baik ketikasholat sendiri atau pun ada orang di sekitarnya, beribadahlah hanyauntuk Allah yang Maha Mulia. Allah berfirman dalam surat al-Maa’uunayat 4-7:

فَوَيْلٌلِلْمُصَلِّينَ , الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ,الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ , وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

“Maka celakalahbagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yangberbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.

Al Qurthubimengatakan makna dari “orang-orang yang berbuat riya,” adalah orangyang (dengan sholatnya) memperlihatkan kepada manusia bahwa diamelakukan sholat dengan penuh ketaatan, dia sholat dengan penuhketakwaan seperti seorang yang fasiq melihat bahwa sholatnyasebagai suatu ibadah atau dia sholat agar dikatakan bahwa iaseorang yang (melakukan) sholat. Hakikat riya’adalah menginginkan apa yang ada di dunia dengan(memperlihatkan) ibadahnya. Pada asalnya riya adalah menginginkankedudukan di hati manusia.[7]

Ini termasuk syirik yangtersembunyi. Nabi SAW bersabda :“Wahai sekalian manusia, jauhilahkesyirikan yang tersembunyi!” Para sahabat bertanya, “YaRasulullah, apa itu syirik yang tersembunyi?” Beliau menjawab,“Seseorang bangkit melakukan sholat kemudian dia bersungguh-sungguhmemperindah sholatnya karena dilihat manusia.
Itulah yang disebut dengan syirik yang tersembunyi.” [HR. IbnuKhuzaimah dan Baihaqi][8].

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapaorang yang berpuasa hanya ingin di lihat orang maka itu adalahriya’, siapa orang yang sholat hanya ingin di lihat orang maka ituadalah riya’, dan barangsiapa yang bersedekah hanya ingin di lihatorang maka itu adalah riya’.(HR. Ahmad).

Riya’ bisa muncul didalamdiri seseorang pada saat setelah atausebelum suatu ibadah selesai dilakukan.ImamGhazali mengatakan bahwa apabila didalam diriseseorang yang selesai melakukan suatu ibadah muncul kebahagiaantanpa berkeinginan memperlihatkannya kepada orang lain, maka halini tidaklah merusak amalnya karena ibadah yang dilakukan tersebuttelah selesai, dan keikhlasan terhadap ibadah itu pun sudah selesaiserta tidaklah ia menjadi rusak dengan sesuatu yang terjadisetelahnya apalagi apabila ia tidak bersusah payah untukmemperlihatkannya atau membicarakannya. Namun, apabila orang itumembicarakannya setelah amal itu dilakukan dan memperlihatkannyamaka hal ini ‘berbahaya’[9].
Tanbihun – Secarabahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatuamal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah yaitu:melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia,dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada AllahSWT[1].

Al-Hafidz Ibnu Hajaral-Asqolani dalam kitabnya FathulBaari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengantujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukanpada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-halkebaikan. Sementara Imam Habib Abdullah Haddadpula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau memintadihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untukakhirat.

Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karenaniat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan caramemperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapatpujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikanpenghormatan padanya[2]. Sebagaimanaulama mengatakan[3]:

وَالرِّيَاءُإِيْقَاعُ الْقُرْبَةِ لِقَصْدِ النَّاسِ

“Riya’ adalah melakukanibadah karena mengharap arah kepada manusia supaya mendapatkeuntungan darinya (pujian dan penghormatan)”.

Oleh itu, Syeikh Ahmad Rifa’i berpesan bahwa riya’merupakan perbuatan haramdan satu diantara dosa besar yang harus dijauhi serta di tinggalkan supayaselamat dan amalnya manfaat sampai di negeri akhirat.

Macam-macam Riya’

Lebih lanjut, beliau menjelaskanbahwa riya’ ada 2 macam, sebagaimana ulama menguraikannya[4]:

وَهُوَقِسْمَانِ : رِيَاءٌ خَالِصٌ كَانَ لاَ يَفْعَلَ الْقُرْبَةَ إِلاَّلِلنَّاسِ ,

وَرِيَاءٌ شِرْكٌ كَانَ يَفْعَلَهَا ِللهِ وَلِلنَّاسِوَهُوَ أَخَفُّ مِنَ الْأَوَّلِ

“ riya’dibagi kedalam dua tingkatan: riya’kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanyauntuk mendapatkan pujian dari manusia, riya’syirik yaitu melakukan perbuatan karena niatmenjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkanpujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.

Fudhail Bin Iyadhberkata:“Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amalankarena manusia adalah riya’ dan ikhlasadalah Allah menyelamatkanmu dari keduanya”.

Oleh itu, sifat riya’ sekiranyasudah menjalar masuk ke dalam aktivitas harian dan mendarah dagingdalam tubuh kita amat susah untuk menghilangkannya, karena merekamenganggap sifat riya’ merupakan satu sikap berbuat baik kepadaorang lain, dengan dalih bahwa apa yang mereka kerjakan dalampandangannya adalah perbuatan yang terpuji, hal ini sesuaidengan isyarat Qur’an dalam surah Al-baqarah ayat 11-12:

وَإِذَا قِيلَلَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُمُصْلِحُونَ

أَلَاإِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَايَشْعُرُونَ

“Dan apabila dikatakan kepadamereka:“Janganlah kamu membuat bencana dan kerusakan di muka bumi”,mereka menjawab: ”Sesungguhnya kami orang-orang yang hanya membuatkebaikan”. Ketahuilah! Bahwa sesungguhnya mereka itulah orang-orangyang sebenar-benarnya membuat bencana dan kerusakan, tetapi merekatidak menyadarinya.

Diantara kelembutan riya’adalah menjadikan ikhlas sebagai wasilah untuk mendapatkan apa yangmenjadi keinginannya. Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah mengatakan, “Dihikayatkan dari Abu HamidAl-Ghazali bahwasanya telah sampai kepadanya kabar, barangsiapayang ikhlas kepada Alloh selama 40 hari, niscaya akan terpancarhikmah dari hatinya melalui lisannya. Ia berkata: “Aku telahberbuat ikhlas selama 40 hari, namun tidak juga terpancar hikmahsedikitpun”. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada orang-orang yangarif, mereka mengatakan kepadaku: Karena kamu berbuat ikhlas untukmendapatkan hikmah, bukan ikhlas karena Allah!”[5]. Yang demikian itu dikarenakan tujuan manusiaberbuat ikhlas untuk mendapatkan kelembutan dan hikmah, atau untukmendapatkan pengagungan dan pujian manusia.

Maka hal ini sesuai denganperkataan ulama ahli sufi, bahwa kita kadang tidak bisa membedakanantara riya’ jali (terang) dan khafi (samar),kecuali orang-orang yang benar-benar selalu mensucikan dalamhatinya hanyalah beribadah kepada Allah semata. Karena dengankedekatan pada-Nya, dalam hatinya sudah dibersihkan daripadapenyakit-penyakit yang buruk (madzmumah)[6]:

وَلَايَسْلِمُ مِنَ الرِّيَاءِ الْجَلِيِّ وَالْخَفِيِّ إِلَّاالْعَارِفُوْنَ الْمُوَحِّدُوْنَ لِأَنَّ اللهَ طَهَّرَهُمْ مِّنْدَقَائِقِ الشِّرْكِ

Allah berfirman dalam suratal-Kahfi ayat 110:

قُلْ إِنَّمَاأَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌوَاحِدٌ

فَمَنْ كَانَيَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَايُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Katakanlah: Sesungguhnya aku inimanusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku, bahwasesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa, Barangsiapa yangmengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakanamal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalamberibadat kepada Tuhannya”.

Ayat diatas menerangkan kepadakita, sekiranya beramal tapi masih mengharapkan pujian daripadaselain Allah, maka sifat riya’ sudah masuk dalam diri kita, dan itusangat berbahaya karena kita beramal untuk menuai hasilnya nanti diakhirat.

Allah SWT berfirman dalam suratAsy-Syuura ayat 20:

مَنْ كَانَيُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ

وَمَنْ كَانَيُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِيالْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

“Barang siapa yang menghendakikeuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, danbarang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikankepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginyasuatu bahagianpun di akhirat”.

Apapun jenis ibadah yang kitalakukan, hendaklah dengan satu tujuan menghadap kepada sangIlaah, seperti sholat yangkita kerjakan setiap hari lakukanlah hanya untuk Allah, baik ketikasholat sendiri atau pun ada orang di sekitarnya, beribadahlah hanyauntuk Allah yang Maha Mulia. Allah berfirman dalam surat al-Maa’uunayat 4-7:

فَوَيْلٌلِلْمُصَلِّينَ , الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ,الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ , وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

“Maka celakalahbagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yangberbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.

Al Qurthubimengatakan makna dari “orang-orang yang berbuat riya,” adalah orangyang (dengan sholatnya) memperlihatkan kepada manusia bahwa diamelakukan sholat dengan penuh ketaatan, dia sholat dengan penuhketakwaan seperti seorang yang fasiq melihat bahwa sholatnyasebagai suatu ibadah atau dia sholat agar dikatakan bahwa iaseorang yang (melakukan) sholat. Hakikat riya’adalah menginginkan apa yang ada di dunia dengan(memperlihatkan) ibadahnya. Pada asalnya riya adalah menginginkankedudukan di hati manusia.[7]

Ini termasuk syirik yangtersembunyi. Nabi SAW bersabda :“Wahai sekalian manusia, jauhilahkesyirikan yang tersembunyi!” Para sahabat bertanya, “YaRasulullah, apa itu syirik yang tersembunyi?” Beliau menjawab,“Seseorang bangkit melakukan sholat kemudian dia bersungguh-sungguhmemperindah sholatnya karena dilihat manusia.
Itulah yang disebut dengan syirik yang tersembunyi.” [HR. IbnuKhuzaimah dan Baihaqi][8].

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapaorang yang berpuasa hanya ingin di lihat orang maka itu adalahriya’, siapa orang yang sholat hanya ingin di lihat orang maka ituadalah riya’, dan barangsiapa yang bersedekah hanya ingin di lihatorang maka itu adalah riya’.(HR. Ahmad).

Riya’ bisa muncul didalamdiri seseorang pada saat setelah atausebelum suatu ibadah selesai dilakukan.ImamGhazali mengatakan bahwa apabila didalam diriseseorang yang selesai melakukan suatu ibadah muncul kebahagiaantanpa berkeinginan memperlihatkannya kepada orang lain, maka halini tidaklah merusak amalnya karena ibadah yang dilakukan tersebuttelah selesai, dan keikhlasan terhadap ibadah itu pun sudah selesaiserta tidaklah ia menjadi rusak dengan sesuatu yang terjadisetelahnya apalagi apabila ia tidak bersusah payah untukmemperlihatkannya atau membicarakannya. Namun, apabila orang itumembicarakannya setelah amal itu dilakukan dan memperlihatkannyamaka hal ini ‘berbahaya’[9].

Imam al-Ghazalimenerangkan bahwa sesiapa yang tidak membuang sifat riya’ini, niscaya akan ditimpa kecelakaan serta akan tergolong dalamgolongan kufur. Jika hal ini berlaku, maka tentulah dia tidak lagilayak memasuki syurga, apatah lagi mencium baunya. Rasulullah SAWmenasihatkan umatnya agar tidak sesekali menyebut kebaikan diri dankeluarga karena sikap demikian akan mendorong seseorang kepadasifat riya’. Justeru, keikhlasan saja yang dapat membunuh perasaanriya’ sebagaimana firman Allah[10]:

وَمَاأُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُالدِّينَ

“Padahal mereka tidak disuruhkecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama dengan lurus”.

Dalam ayat yang lain[11]:

إِنَّاأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللهَمُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ , أَلَا للهِ الدِّينُالْخَالِصُ

“Sesungguhnya Kami menurunkankepadamu kitab (al-Quran) dengan (membawa) kebenaran. Makasembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah,hanya kepunyaan Allah agama yang bersih (dari syirik).”

Ibnu Qudamahmengatakan,”Apabila sifat riya’ muncul sebelum selesaisuatu ibadah dikerjakan, seperti sholat yang dilakukan denganikhlas dan apabila hanya sebatas kegembiraan maka hal itu tidaklahberpengaruh terhadap amal tersebut namun apabila sifatriya’ sebagai faktor pendorong amal itu seperti seorangyang memanjangkan sholat agar kualitasnya dilihat oleh orang lainmaka hal ini dapat menghapuskan pahala.

Adapun apabila riya’menyertai suatu ibadah, seperti seorang yang memulai sholatnyadengan tujuan riya’ dan hal itu terjadi hingga selesaisholatnya maka sholatnya tidaklah dianggap. Dan apabila iamenyesali perbuatannya yang terjadi didalam sholatnya itu makaseyogyanya dia memulainya lagi[12].

Dalam surah al-baqarah ayat 264Allah berfirman:

يَا أَيُّهَاالَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّوَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَالنَّاسِ

“Wahai orang-orang yang beriman,Jangan rusakkan (pahala amal) sedekah kamu dengan perkataanmembangkit-bangkit dan (kelakuan yang) menyakiti, seperti (rusaknyapahala amal sedekah) orang yang membelanjakan hartanya karenahendak menunjuk-nunjuk kepada manusia (riya’)…”.

Secara mudah kita simpulkan bahwariya’ adalah perbuatan yang semata-mata untuk mengharapkansanjungan, pujian atau penghormatan daripada orang lain. Hal iniamat bertentangan dengan kehendak Islam yang senantiasa menyeruumatnya agar beramal atau melakukan perkara kebaikan dengan hatipenuh keikhlasan dan mengharapkan keridhaan Allah. Sekiranyapenyakit ini dibiarkan terus bersarang dalam hati seseorang, lamakelamaan ia boleh membinasakan orang yang mengamalkannya. Kemurnianakidah, keluhuran akhlak dan kesempurnaan amal umat Islam akantercemar dan rusak jika tidak dilandasi keimanan dan keikhlasanhati serta mengharapkan keridhaan Allah. Justru, dalam Islam setiapamal kebajikan yang disertai dengan riya’ adalah tergolongdalam perbuatan syirik kecil yang boleh merusakkan amal kebajikan,melunturkan kemurnian akhlak dan akan mendapat kerugian hidup didunia dan akhirat.

Memang ada di kalangan umat Islamyang melakukan sesuatu amalan kebajikan atau mengerjakan ibadahhanya untuk mengaburi mata orang banyak, Mereka melakukan amalankebajikan atau ibadah untuk menunjukkan yang kononnya mereka baik,pemurah, wara’ atau rajin beribadah. Mereka lakukan karenadidorong hawa nafsu yang selalu berusaha memalingkan mereka yanglemah imannya. Hal ini diperingatkan Allah dalamfirman-Nya[13]:

وَلَاتَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ

“Dan janganlah kamu turuti hawanafsu, nanti ia menyesatkan kamu daripada (agama) Allah”.

Dalam surah Muhammad ayat 16, Allahberfirman:

أُولَئِكَالَّذِينَ طَبَعَ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَاتَّبَعُواأَهْوَاءَهُمْ

“Mereka itu telah dicap(ditutup) Allah mata hatinya dan mereka mengikut hawanafsunya”.

Adalah sangat jelas umat Islam yangmelakukan perbuatan riya’ akan mendapat balasan buruk dariAllah. Sementara Rasul sendiri selalu mengingatkan umatnya supayamenjauhi diri daripada perbuatan riya’ dalam beberapahadisnya. Seperti: Rasul SAW bersabda: Awaslah kamu janganmencampuradukkan antara taat pada Allah dengan keinginan dipujiorang (riya’), niscaya gugur amalanmu. (HR.Ad-Dailami).

Dalam hadis lain Rasulullahbersabda: Sesuatu yang paling aku khawatirkan terhadapmu ialahsyirik kecil, lalu ditanya oleh sahabat, apakahsyirik kecil itu ya Rasulullah? Kemudian baginda bersabda:itulah riya’. (HR. Ahmad danBaihaqi).

Untuk menjauhkan diri ataumembersihkan hati daripada perbuatan riya’, umat Islamhendaklah mengamalkan sifat muraqabah. Muraqabah dapatmemperlihatkan dan menghayati kepentingan dan hak Allah denganmemperhitungkan diri sendiri, berapa banyak kebaikan dan dosa yangtelah dilakukan sebagai perbandingan supaya terus berhati-hatidalam setiap perbuatan dan apa jua tindakan yang akandilakukan.
Bertaubat adalah jalan terbaik bagi mereka yang melakukan dosa atauyang terlanjur perbuatannya. Taubat dan istighfaramat dituntut ke atas setiap orang yang beriman. Sebagaimana firmanAllah dalam surat Ali Imran ayat 135:

وَالَّذِينَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَفَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ

وَمَنْيَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَافَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Dan orang-orang yang melakukanperbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka segera ingatkepada Allah lalu memohon ampunan atas dosa mereka. Dan tiada siapayang mengampuni dosa melainkan Allah dan mereka tidak meneruskanperbuatan kejinya sedang mereka mengetahui”.

Dalam surah lain Allahberfirman[14]:

إِنَّ اللهَيُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

”Sesungguhnya Allah mengasihiorang-orang yang banyak bertaubat dan mengasihi orang-orang yangsenantiasa mensucikan diri”.

Wallahu A’lam…

Ibnu DahlanEl-Madary

Seri Kembangan,Sg.Besi, Selangor, Malaysia

18 Ramadhan 1432H/18 Agustus 2011:)04:00AM

[1] Syeikh Ahmad Rifa’I,Riayah Akhir, Bab Ilmu Tasawuf, Korasan 22, halaman 3,baris 6-8, bisa juga dilihat dalam karangan beliau lainnya dalamkitab Abyan al-Hawaaij, Juz V, korasan 69

[2] Shodiq Abdullah, IslamTarjumah: Komunitas, Doktrin dan tradisi, RaSAIL: Semarang,Desember 2006, halaman 137

[3] Ibid, baris 11

[4] Ibid, Halaman 4, baris2-3

[5] Lihat dalam “DarutTa’arudl Al-Aql wan Naql” Karya Ibnu Taimiyyah (6/66),“Minhajul Qasidin” halaman: 214-221, “Al-Ikhlas”karya Al-Awaiysyah halaman:24, “Al-Ikhlas wa Asy-Syirik”Karya Dr. Abdul Aziz bin Abdul Lathif halaman: 9, dan“Ar-Riya” karya Salim Al-Hilali halaman:17.

[6] Syeikh Ahmad Rifa’I,Riayah Akhir, Korasan 22, Halaman 9, baris 2-3

[7] Al-Qurthubi, Al-Jami’ LiAhkamil Qur’an Juz XX halaman: 439

[8] Dalam hadis lain yangdiriwayatkan oleh Abu Said al-Khudry, Imam Baihaqi sama-samameriwatkan dengan Ibnu Majah mengenai syirik yang tersembunyiini.

[9] Al-Ghazali, Ihya UlumudinJuz III halaman: 324

[10] Surat Al-Bayyinah ayat:5

[11] Surat Az-Zumar ayat2-3

[12] Mukhtashar MinhajilQishidin halaman: 209

[13] Surat Shaad ayat 26

[14] Surat Al-baqarah ayat 222

Share on :

Delapan Bahaya Hasud (Iri-Dengki) (Khutbah Jumat)

Sumber : http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,9-id,43238-lang,id-t,Delapan+Bahaya+Hasud++Iri+Dengki+-.phpx

Demikian kecil dan sepelanya hasud itu, namun ia dapatmenyebabkan keburukan yang luar biasa. Bagaimana tidak, karenahasud dapat merusak berbagai pahala amal kebaikan. Pahala mengaji,shalat, puasa, sedekah, haji, juga pahala umrah semuanya kebakarludes oleh dosa hasud. Sebagaimana api melahap kayu bakar.

الحمد لله, الحمد لله الذى أعد للمؤمنينوالمؤمنات جنات تجرى من تحتها الانهار أحمده سبحان الله تعالى وأشكرهعلى نعمه الغزار, وأشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له الملكالعزيز الغفار, وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله المختار,اللهم صل وسلم وبارك على عبدك ورسولك محمد نور الانوار وسر الاسراروعلى اله الأبرار واصحابه الاخيار ومن تبعهم باحسان الى يوم القرار.اما بعد.

فيامعاشر المسلمين رحمكم الله أوصيكم ونفسى بتقوىالله وقد فاز المتقون واحثكم على طاعته لعلكمتفلحون

Maasyiral MusliminRahimakumullah

Marilah kita bersam-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepadaAllah swt. Salah satu caranya dengan mengurangi berbagai macamsifat tercela yang telah mengendap dalam hati dan telah terbiasamendiami hati manusia, terutama sifat hasud. Sebagaimanaditerangkan oleh Rasulullah saw bahwa hasud dapat merusak semuaamal baik manusia, sebagaimna api melahap kayu bakar.

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah

Hasud merupakan salah satu penykait hati yang paling susahdihindari oleh manusia. Hasud dalam bahasa Indonesia seringditerjemahkan dengan istilah dengki atau iri hati. Akan tetapidalam kenyataan hidup ini, hasud tidaklah sesingkat keteranganlinguistis tersebut. Karena, bisa jadi hasud memiliki kekayaandalam bentuk praktis tak terhingga. Dan hasud juga memiliki dampakyang luar biasa, secara fisik maupun psikis. Tidak hanya terbatasdalam ranah kehidupan sacral (agama), tetapi juga dalam realitakehidupan yang profane.

Ibarat kata, hasud bagaikan setitik nila yang dapat menyebabkanrusaknya susu sebelanga. Demikianlah gambaran kecilnya hasudyang memiliki dampak sangat besar. Bagaimana tidak, karena hasuddapat merusak berbagai pahala amal kebaikan. Pahala mengaji,shalat, puasa, haji, juga pahala umrah semuanya kebakar ludes olehdosa hasud. Sebagaimana api merusak kayu bakar. Demikianlah carakerja hasud merusak segala macam amal kebaikan.

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia

Hasud biasa berawal dari rasa ketidak sukaan seseorang kepadaorang lain. Kemudian ketidak sukaan ini bertambah ketika orang laintesebut mendapatkan nikmat atau kesenangan, hingga akhirnyamuncullah keinginan untuk merusak bahkan melenyapkan kenikmatantersebut dari orang lain itu.

Ada delapan bahaya hasud yang diterangkan dalam kitabThariqah Muhammadiyah.

Pertama,إفساد الطاعةIfsaduttho’at. Bahwa hasud itu merusak keta’atan kepada Allah.Mislakan seorang pedagang yang jujur yang tidak pernah berbohong,bahkan ia seorang yang rajin beribadah, menyempatkan waktu untukshalat di tengah kesibukannya. Tiba-tiba datanglah pedagang baruyang menyainginya dengan modal yang berlimpah. Maka ketika pedagangyang ta’at ini berusaha melakukan perlawanan yang tidak sehatdengan tujuan menghentikan lawannya, maka dia telah terkenapenyakit hasud. Biasanya ia akan melakukan apapun demi mendapatkankeuntungan lebih besar. Sehingga ia melupakan kaedah berdagang yangbaik.

Kedua, bahaya hasud adalah الإفضاء الىفعل المعاصى al-Ifdha’u ila fi’lil ma’ashi, yaitumembuka pintu terjadinya makshiat. Bahwa I hasud biasanyamembutuhkan pertolongan orang lain untuk menghilangkan nikmat orangyang dihasudi. Secara otomatis si hasud akan menarik orang lainmelakukan kemaksiatan bahkan juga kejahatan. Misalkan memintabantuan dukun, meminta bantuan preman atau meminta bantuan oranglain untuk melakukan fitnah dan seterusnya.

Ini berarti perasaan hasud menyeret orang lain melakukanmakshiat. Bahkan akan menambah makshiat dirinya sendiri, karenaketika si hasud meminta bantuan kepada orang lain, ia akanmenggunakan berbagai macam cerita dan mengarang kebohongan,bukankah ini merupakan makshiat baru?

Bahaya hasud yang Ketiga adalah,حرمانالشفاعة hirmantussyafa’ah, yaitu menghalangkan diri dari syafaat besok di harikiamat. Artinya, orang yang selama hidupnya melakukan hasudwalaupun memiliki amal tidak akan mendapatan syafaat dariRasulullah saw.

Keempat, hasud dapat menyebabkan orang masuk neraka(duhulun nar). Bahaya keempat ini merupakan dampak dariberbagai bahaya yang lain. Secara otomatis orang yang amalnya telahterhapus dan tidak mendapatkan syafaat dari manapun, maka dapatdipastikan bahwa nerakalah tempatnya kelak.

Kelima,الإفضاء الى ضرار غيرهal-ifdha’ ila dharari ghairihi. Bahwa hasud dapatmembahayakan orang lain. Hal ini sering terjadi karena orang akanberusaha semaksimal mungkin demi tercapainya tujuan melenyapkannikmat yang dihasudi. Ini biasanya akan membawa-bawa orang lain.Sebagaimana hasud menyeret orang lain untuk melakukan makshiat.

Misalnya, untuk menjatuhkan saingan bisnis yang selama ini telahmapan dalam kepailitan, orang yang hasud akan menggunakan berbagaimacam cara. Diantaranya membuat fitnah melalui berbagai media yangia suarakan lewat mulut orang lain. Sehingga pemilik mulut itulahyang akhinya terkena imbasnya.

Bisa juga orang yang hasud itu dengan sengaja inginmenghilangkan kenikmatan orang lain dengan cara membakar rumahorang tersebut ketika tidur. Padahal di dalam rumah itu adapembantu dan keluarga lainnya. Secara otomatis mereka yang tidaktahu-enahu urusan ikut menjadi korban.

Bahaya keenam adalah, التعاب والهم من غيرفائدةat-ta’ab wal ham min ghairi faidatin.Artinya orang yang hasud selalu disibukkan dengan masalah yangtidak ada faedahnya dan juga dirundung kesedihan yang tidakterbatas. Misalkan orang yang merasa hasud dengan tetangga yangmembeli mobil, maka ia akan selalu kepikiran bagaimana caranyamembeli mobil seperti tetangga sebelah, atau bagaimana caranya agarmobil tetangga sebelah itu cepat rusak. Maka berulahlah dia denganmelakukan berbagai intrik yang menyibukkan dirinya sendiri.Padahal, yang demikian itu tidak pernah dipikirkan oleh tetanggasebelah.

Parahnya lagi, sebelum si hasud berhasil merusak mobil ternyatatetangga sebelah sudah menukar mobil itu dengan mobil yang lebihbaru dan lebih canggih. Maka berpikirlah si hasud dengan intriknyalagi, disibukkanlah dia dengan berbagai pikiran yang menyedihkanhati dan tidak pernah berhenti.

Ketujuh, أعمى القلب حتى يكاد لايفهم حكما منالله ‘amal qalbi hatta yakada la yafhamu hukman minahkamillahi ta’ala. Hasud akan menyebabkan seseorang butahatinya dan tidak mempedulikan lagi aturan syariat dan hukum Allahswt. Mata hati si hasud telah buta, sehingga ia tidak peduli bahwaorang yang dihasudi, yang hendak direbut kenikmatannya adalahsaudara sendiri, teman sendiri, sahabat, keluarga sendiri, bahkanjuga orang tua sendiri. Begitu pekatnya rasa kebencian dalam hatiitu sehingga menutup mata dari pemahaman agama. Si hasud tidak lagidapat mengenali hukum Allah, ia tidak peduli lagi dengan ancamanAllah bagi orang yang durhakan, menghianati atau memfitnah keluargasendiri.

Banyak sekali contoh yang menunjukkan betapa sengitnyapersaingan dunia bisnis biasa terjadi antar saudara (adik-kakak)dalam satu keluarga. Karena hasud, kawan bisa menjadi lawan dansaudara bisa menjadi terdakwa.

Terakhir, yang kedelapan adalah الحرمانوالحذلان alhirmanu wal hidzlanu. Bahwa hasud ituakan menjadikan seseorang terhalang dari keberhasilan. Artinya, sihasud akan semakin menjauhi diri dari kesuksesan. Meskipun si hasudberhasil mencelakai orang lain tetapi ia sama sekali tidak puas.Bahkan ia akan semakin merasa jauh dari keberhasilan. Sebagaimanaorang yang semakin haus karena minum air laut.

Demikianlah hutbah jum’ah kali ini semoga Allah swt menjaga hatikita menjauhi hasud dan beberapa penyakit hati lainnya yang sangatmerugikan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِاْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِوَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُإنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَاِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُوَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَىسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْتَسْلِيْمًا كِثيْرًا

اَمَّا بَعْدُ فَياَاَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّانَهَىوَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍبَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِوَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَالنَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِوَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍوَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَوَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِىبَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِوَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍاِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَوَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُمِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَوَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْعِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَوَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِوَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّااْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَاْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْبَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِاْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَفِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَالنَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَاوَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ !اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِىاْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْييَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَيَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرْ

Iri Dengki Dalam Islam

Sumber : http://infodakwahislam.wordpress.com/2013/02/09/iri-dengki-dalam-islam/

Iri Dengki adalah bagian dari sifat orang kafir, iri dengki terbagi menjadi tiga bagian :

Dengki atas nikmat orang lain serta ingin hilangnya nikmat tersebut dan berusaha mendapatkan kenikmatan tersebut
Dengki atas nikmat orang lain serta ingin nikmat itu hilang akan tetapi tidak ingin mendapatkanya
Menginginkan nikmat orang lain akan tetapi tidak ingin merebut kenikmatan tersebut.

dengki dalam islam

Satu dan dua adalah sifat orang kafir, yahudi dan musyrik, adapun point yang ke tiga adalah sifat orang iman sebagaimana kita menginginkan bisa bershodakoh seperti fulan itu. Kedengkian akan mencukur amal kita dan akan menghilangkan semua amal baik kita sebagaimana api membakar rumput yang kering tidak akan menyisakan sedikitpun dari amal baik kita.

Rasa iri bisa membuat orang gelap mata dan memandang selalu dengan suudzan. Kadang kebencian ini ditularkan kepada orang lain. Dikatakannya bahwa keberhasilan yang diraih orang yang dibencinya lewat jalan yang tidak benar. Ada juga yang mencibir, menebar fitnah bahkan membuat makar. Bila sudah begitu iri hati lebih berbahaya daripada sakit kronis yang susah diobati.

Dengki timbul karena tiupan setan, karena itu segera redam dengan ber-taawwudz kepada Allah. Caranya dengan membaca ayat kursi dan muawwidzatain. Atau membaca, “Audzu bikalimatillahi at tammah min syarri ma khalaq.” (aku berlindung kepada kalimat allah yang sempurna dari kejelekan mahluk-Nya).

Takdir Iri Dengki Dari Allah Tak Pernah Salah

Seorang ahli hikmah mengatakan, jika dilihat dari sisi takdir orang yang iri dengki berarti sedang menantang tuhan. Alasannya ialah; pertama, membenci nikmat-Nya yang diberikan kepada orang lain. Kedua, merasa bahwa Allah tidak adil dalam membagi karunia. Ketiga, menganggap bahwa Allah bakhil terhadap dirinya. Keempat, menganggap hina hamba Allah dan menyanjung dirinya sendiri dan kelima, lebih menuruti bisikan iblis daripada perintah Allah. Rasa iri dengki tersebut muncul karena melihat orang lain memiliki kelebihan yang tak ia miliki. Bisa jadi berupa harta, bakat atau keahlian tertentu. Kebencian ini menjadi lebih besar bila orang yang didengkinya lebih rendah kedudukannya.

Semua nikmat dan kelebihan yang dimiliki hamba tak lain adalah bagian dari qadha’ dan qadar. Manusia tidak dikatakan beriman jika tidak mengimaninya. Allah memiliki sifat al ‘alim (dzat yang maha tahu) yang menentukan segalanya dengan ilmu-Nya. Karena itu memberi hambanya segala sesuatu yang terbaik baginya. Tugas manusia adalah meyakini sepenuhnya bahwa semua kenikmatan tersebut berasal dari Allah dan dibagikan sesuai dengan hikmah.

Tidak semua nikmat dapat membuat hamba bersyukur. Ada hamba yang lebih baik miskin daripada kaya. Sebab kemiskinan dapat membuatnya bersyukur bukan kekayaan. Misalnya adalah Qarun, yang dapat beriman tatkala miskin tapi melupakan Allah saat kunci-kunci gudang hartanya tidak sanggup dipanggul tujuh orang. Ada pula yang lebih tepat kaya, karena mampu mengatur kekayaannya sesuai tuntunan agama, misalnya sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.

Allah berfirman yang artinya, “Dan Jikalau Allah melampangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentunya mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi allah menurunkan apa yang dikehendakinya dengan ukuran. Sesungguhnya dia maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi maha melihat.” (QS. As Syura: 27)

Mengatasi Rasa Iri Dengki Dalam Diri

Syukuri Apa yang Ada

Iri dengki membuat diri sendiri lupa terhadap banyaknnya nikmat yang diperoleh dan kelebihan yang dimiliki, hanya saja bentuk dan proporsinya berbeda. Ia lebih fokus pada kekurangannya bukan potensinya. Ia merasa kurang dan lemah, padahal bisa jadi orang yang didengki merasa tak lebih beruntung dari orang yang mendengki. Seperti itulah godaan setan, membisikkan bahwa ‘rumput tetangga lebih hijau’. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa tuntunan nafsu akan terhenti saat yang diinginkan dapat diperoleh. Sebab, tabiat nafsu selalu merasa kurang.

Karena itu, Rasulullah SAW memerintahkan selalu melihat ke ‘bawah’. Agar kita selalu sadar bahwa ada banyak orang yang lebih sulit keadaannya. Sehingga kita mensyukuri apa yang telah dimiliki.

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan rupa, maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Batin akan merasa tenang bila dapat menyeimbangkan antara keinginan dan kenyataan. Dengan bersabar dan bersyukur ujian Allah dapat dilalui dengan mudah. Alkisah, seorang wanita cantik menikah dengan pria yang buruk rupa. Semua orang menyayangkan dan mencibir. Bahkan ada yang berkata bahwa si wanita terkena guna-guna. Tapi hal itu tak dapat membuat suami-istri tersebut goyah. Suatu hari sang istri berkata kepada suaminya, “Suamiku allah memberi ujian kepadamu berupa istri yang cantik, bersyukurlah. Sedangkan aku diuji dengan anda tapi aku bersabar. Kita berdua mendapat pahala.”

Cara kedua menghindari sifat hasud atau iri dengki :

Selalu meningkatkan iman kepada Allah SWT

Berupaya meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT

Mensyukuri nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadanya

Meningkatkan sifat Qana’ah (menerima dengan ridlo setiap anugerah Allah SWT)

Menyadari kedudukan harta dan jabatan dalam kehidupan manusia di dunia.

Kebiasaan-kebiasaan yang harus dilatih agar terhindar dari sifat hasud

Membiasakan diri menghormati pendapat orang lain agar terhindar dari konflik

Membiasakan diri melakukan perbuatan baik, karena Allah bersama orang yang berbuat baik (Q.S. 16 :128)

Membiasakan diri senang dan bersyukur serta memberikan selamat atas keberhasilan/kebahagiaan orang lain

Membiasakan diri memelihara hubungan baik/silaturrahim

Membiasakan diri mempelajari, memahami dan memperaktikkan ayat-ayat Allah

Kemitmen untuk selalu meningkatkan ke-Islaman terutama salat lima waktu

Membiasakan diri mensyukuri nikmat/pemberian Allah sekecil apapun.

Sedangkan penyebab kedengkian diantaranya :

1.Kesombongan

2.Merasa Tersakiti

Contoh :Orang tua yang akan menikahkan anaknya dengan anak tetangganya atau yang lain, pada waktu yang telah ditentukan dan undangan sudah disebar, salah satu pihak memutuskan/ membatalkan rencana tersebut, dia kecewa, malu sama undangan, benci dan bahkan dendam kepada calon mantunya, maka akan timbullah kedengkian dalam dirinya. Padahal ketika dia mengetahui bahwa Allohlah pemilik segalanya, yang menyebabkan dia berjodoh atau tidak dan Alloh Maha tahu apa yang akan terjadi apabila berjodoh dengannya, boleh jadi ketika menikah rumah tangganya akan berantakan, maka ketika kita ridho menerimanya insya Alloh, Alloh SWT akan memberi pengganti yang lebih baik dan tidak harus menimbulkan kedengkian kepada siapapun.

3.Persaingan

Penyebab munculnya kedengkianpun bisa timbul karena persaingan, baik berupa persaingan usaha, kerja, kedudukan dll. Biasanya persaingan ini satu level/ setingkat, tukang warung dengan tukang warung, tukang ojeg dengan tukang ojeg, karyawan dengan karyawan, menejer dengan menejer dan seterusnya.

4.Keinginan memimpin

Adanya keinginan memimpin dalam satu organisasi, kelompok, perusahaan dan sebagainya, menyebabkan munculnya keinginan saling menonjolkan kemampuan, yang apabila pada akhirnya dia terkalahkan oleh lawannya dan dia tidak siap menerimanya maka akan muncul iri dengki dalam diri.

PRIORITAS AMALAN HATI ATAS AMALAN ANGGOTA BADAN

Dr Yusuf Qardhawi

DI ANTARA amalan yang sangat dianjurkan menurut pertimbangan agama ialah amalan batiniah yang dilakukan oleh hati manusia. Ia lebih diutamakan daripada amalan lahiriah yang dilakukan oleh anggota badan, dengan beberapa alasan.

Pertama, karena sesungguhnya amalan yang lahiriah itu tidak akan diterima oleh Allah SWT selama tidak disertai dengan amalan batin yang merupakan dasar bagi diterimanya amalan lahiriah itu, yaitu niat; sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw:

“Sesungguhnya amal perbuatan itu harus disertai denganniat.” 32

Arti niat ini ialah niat yang terlepas dari cinta diri dan dunia. Niat yang murni untuk Allah SWT. Dia tidak akan menerima amalan seseorang kecuali amalan itu murni untuk-Nya; sebagaimana difirmankan-Nya:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus…” (al-Bayyinah: 5)

Rasulullah saw bersabda,

“Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang murni, yang dilakukan hanya untuk-Nya.”33

Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan, Allah SWT berfirman,

“Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan persekutuan. Barangsiapa melakukan suatu amalan kemudian dia mempersekutukan diri-Ku dengan yang lain, maka Aku akan meninggalkannya dan meninggalkan sekutunya.” Dalam riwayat yang lain disebutkan: “Maka dia akan menjadi milik sekutunya dan Aku berlepas diri darinya.” 34

Kedua, karena hati merupakan hakikat manusia, sekaligus menjadi poros kebaikan dan kerusakannya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwasanya Nabi saw bersabda,

“Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal darah, apabila dia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu ialah hati.”35

Nabi saw. menjelaskan bahwasanya hati merupakan titik pusat pandangan Allah, dan perbuatan yang dilakukan oleh hatilah yang diakui (dihargai/dinilai) oleh-Nya. Karenanya, Allah hanya melihat hati seseorang, bila bersih niatnya, maka Allah akan menerima amalnya: dan bila kotor hatinya (niatnya tidak benar), maka otomatis amalnya akan ditolak Allah, sebagaimana disabdakan oleh baginda,

“Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada tubuh dan bentuk kamu, tetapi Dia melihat kepada hati-hati kamu.” 36

Yang dimaksudkan di sini ialah diterima dan diperhatikannya amalan tersebut.

Al-Qur’an menjelaskan bahwasanya keselamatan di akhirat kelak, dan perolehan surga di sana, hanya dapat dicapai oleh orang yang hatinya bersih dari kemusyrikan, kemunafikan dan penyakit-penyakit hati yang menghancurkan. Yaitu orang yang hanya menggantungkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana yang Dia firmankan melalui lidah nabi-Nya, Ibrahim al-Khalil a.s.

“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (Yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (as-Syu’ara’: 87-89)

“Dan didekatlah surga itu kepada orang-orang yang bertaqwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat.” (Qaf: 31-33)

Keselamatan dari kehinaan pada hari kiamat kelak hanya diberikan kepada orang yang datang kepada Allah SWT dengan hati yang bersih. Dan surga hanya diberikan kepada orang yang datang kepada Tuhannya dengan hati yang pasrah.

Taqwa kepada Allah –yang merupakan wasiat bagi orang-orang terdahulu dan yang terkemudian, merupakan dasar perbuatan yangutama, kebajikan, kebaikan di dunia dan akhirat– pada hakikat dan intinya merupakan persoalan hati. Oleh karena itu Nabi saw bersabda, “Taqwa itu ada di sini,” sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali. Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali sambil memberikan isyarat dengan tangannya ke dadanya agar dapat dipahami oleh akal dan jiwa manusia.

Sehubungan dengan hal ini, al-Qur’an memberi isyarat bahwa ketaqwaan itu dilakukan oleh hati manusia:

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (al-Hajj: 32)

Semua tingkah laku dan perbuatan yang mulia, serta tingkatan amalan rabbaniyah yang menjadi perhatian para ahli suluk dan tasawuf, serta para penganjur pendidikan ruhaniah, merupakan perkara-perkara yang berkaitan dengan hati; seperti menjauhi dunia, memberi perhatian yang lebih kepada akhirat, keikhlasan kepada Allah, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, tawakkal kepada Allah, mengharapkan rahmat-Nya, takut kepada siksaan-Nya, mensyukuri nikmatNya, bersabar atas bencana, ridha terhadap ketentuan-Nya, selalu mengingat-Nya, mengawasi diri sendiri… dan lain-lain. Perkara-perkara ini merupakan inti dan ruh agama, sehingga barangsiapa yang tidak memiliki perhatian sama sekali terhadapnya maka dia akan merugi sendiri, dan juga rugi dari segi agamanya.

Siapa yang mensia-siakan umurnya, maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa

Anas meriwayatkan dari Nabi saw,

“Tiga hal yang bila siapapun berada di dalamnya, maka dia dapat menemukan manisnya rasa iman. Hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain; hendaknya ia mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah; dan hendaknya ia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.” 37

“Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtua dan anaknya, serta manusia seluruhnya.” 38

Diriwayatkan dari Anas bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Nabi saw, “Kapankah kiamat terjadi wahai Rasulullah?” Beliau balik bertanya: “Apakah yang telah engkau persiapkan?” Dia menjawab, “Aku tidak mempersiapkan banyak shalat dan puasa, serta shadaqah, tetapi aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah saw kemudian bersabda, “Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.”39

Hadits ini dikuatkan oleh hadits Abu Musa bahwa ada seseorang berkata kepada Nabi saw, “Ada seseorang yang mencintai kaum Muslimin, tetapi dia tidak termasuk mereka.” Nabi saw menjawab, “Seseorang akan bersama dengan orang yang dia cintai.”40

Hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah, serta cinta kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh merupakan cara pendekatan yang paling baik kepada Allah SWT; walaupun tidak disertai dengan tambahan shalat, puasa dan shadaqah.

Hal ini tidak lain adalah karena cinta yang murni merupakan salah satu amalan hati, yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah SWT.

Atas dasar itulah beberapa ulama besar berkata,

“Aku cinta kepada orang-orang shaleh walaupun aku tidak termasuk golongan mereka.”

“Aku berharap hahwa aku bisa mendapatkan syafaat (ilmu, dan kebaikan) dari mereka.”

“Aku tidak suka terhadap barang-barang maksiat, walaupun aku sama maksiatnya dengan barang-barang itu. ”

Cinta kepada Allah, benci karena Allah merupakan salah satu bagian dari iman, dan keduanya merupakan amalan hati manusia.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

“Barangsiapa mencintai karena Allah, marah karena Allah, memberi karena Allah, menahan pemberian karena Allah, maka dia termasuk orang yang sempurna imannya.”41

“Ikatan iman yang paling kuat ialah berwala’ karena Allah, bermusuhan karena Allah, mencintai karena Allah, dan membenci karena Allah SWT.” 42

Oleh sebab itu, kami sangat heran terhadap konsentrasi yang diberikan oleh sebagian pemeluk agama, khususnya para dai’ yang menganjurkan amalan dan adab sopan santun yang berkaitan dengan perkara-perkara lahiriah lebih banyak daripada perkara-perkara batiniah; yang memperhatikan bentuk luar lebih banyak daripada intinya; misalnya memendekkan pakaian, memotong kumis dan memanjangkan jenggot, bentuk hijab wanita, hitungan anak tangga mimbar, cara meletakkan kedua tangan atau kaki ketika shalat, dan perkara-perkara lain yang berkaitan dengan bentuk luar lebih banyak daripada yang berkaitan dengan inti dan ruhnya. Perkara-perkara ini, bagaimanapun, tidak begitu diberi prioritas dalam agama ini.

Saya sendiri memperhatikan –dengan amat menyayangkan– bahwa banyak sekali orang-orang yang menekankan kepada bentuk lahiriah ini dan hal-hal yang serupa dengannya –Saya tidak berkata mereka semuanya– mereka begitu mementingkan hal tersebut dan melupakan hal-hal lain yang jauh lebih penting dan lebih dahsyat pengaruhnya. Seperti berbuat baik kepada kedua orangtua, silaturahim, menyampaikan amanat, memelihara hak orang lain, bekerja yang baik, dan memberikan hak kepada orang yang harus memilikinya, kasih-sayang terhadap makhluk Allah, apalagi terhadap yang lemah, menjauhi hal-hal yang jelas diharamkan, dan lain-lain sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang beriman di dalam kitab-Nya, di awal surah al-Anfal, awal surah al-Mu’minun, akhir surah al-Furqan, dan lain-lain.

Saya tertarik dengan perkataan yang diucapkan oleh saudara kita, seorang dai’ Muslim, Dr. Hassan Hathout yang tinggal di Amerika, yang sangat tidak suka kepada sebagian saudara kita yang begitu ketat dan kaku dalam menerapkan hukum Islam yang berkaitan dengan daging halal yang telah disembelih menurut aturan syariat. Mereka begitu ketat meneliti daging-daging tersebut apakah ada kemungkinan bahwa daging tersebut tercampur dengan daging atau lemak babi, walaupun persentasenya hanya sebesar satu persen, atau seperseribunya; tetapi dalam masa yang sama dia tidak memperhatikan bahwa dia memakan bangkai saudaranya setiap hari beberapa kali (dengan fitnah dan mengumpat/ghibah), sehingga saudaranya dapat menjadi sasaran syubhat dan tuduhan, atau dia sendiri yang menciptakan tuduhan-tuduhan tersebut.

Catatan kaki:

32 Muttafaq Alaih dari Umar (al-Lu’lu’ wa al-Marjan, 1245), hadits pertama yang dimuat dalam Shahih al-Bukhari ^
33 Diriwayatkan oleh Nasai dari Abu Umamah, dan dihasankan olehnya dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir(1856) ^
34 Muslim meriwayatkannya dari Abu Hurairah r.a. dengan lafal hadits yang pertama, sedangkan lafal yang lainnya diriwayatkan oleh Ibn Majah. ^
35 Muttafaq ‘Alaih, dari Nu’man bin Basyir, yang merupakan bagian daripada hadits, “Yang halal itu jelas, dan yang haram itu juga jelas” (Lihat al-Lu’lu’ wa al-Marjan, 1028) ^
36 Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. (2564)^
37 Muttafaq ‘Alaih dari Anas (al-Lu’lu’wa al-Marjan, 26) ^
38 Muttafaq ‘Alaih dari Anas (al-Lu’lu’ wa al-Marjan, 27) ^
39 Muttafaq ‘Alaih dari Anas (al-Lu’lu’ wa al-Marjan, 1693) ^
40 Muttafaq ‘Alaih dari Anas (al-Lu’lu’ wa al- Marjan, 1694) ^
41 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab al-Sunnah dari Abu Umamah (4681), dan dalam al-Jami’ as-Shaghir riwayat ini dinisbatkan kepada Dhiya’ (Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 5965) ^
42 Diriwayatkan oleh al-Thayalisi, Hakim, dan Thabrani dalam al-Kabir, dan al-Awsath dari Ibn Mas’ud, Ahmad, dan Ibn Abi Syaibah dari Barra” dan juga diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn ,Abbas (Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 2539) ^

:: bookmark: pakdenono ::

Menggapai Bening Hati

KH Abdullah Gymnastyar
Keberuntungan memiliki hati yang bersih, sepatutnya membuat diri kita berpikir keras setiap hari menjadikan kebeningan hati ini menjadi aset utama untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita. Subhanallaah, betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa meliputi diri orang yang berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah tekad untuk bisa menggapainya, susun pula program nyata untuk mencapainya. Diantara program yang bisa kita lakukan untuk menggapai hidup indah dan prestatif dengan bening hati adalah :

1. Ilmu
Carilah terus ilmu tentang hati, keutamaan kebeningan hati, kerugian kebusukan hati, bagaimana perilaku dan tabiat hati, serta bagaimana untuk mensucikannya. Diantara ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli buku-buku yang mengkaji tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dengan ilmu hati, baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dengan cara berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati ini dengan benar dan ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi, ilmu hati yang disampaikan oleh orang yang sudah menjalaninya akan memiliki kekuatan ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh karenanya, carilah ulama yang dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.

2. Riyadhah atau Melatih Diri
Seperti kata pepatah, “alah bisa karena biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan optimal salah satunya karena terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam membersihkan hati ini, ternyata akan mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita terus-menerus melakukan riyadhah (latihan). Adapun bentuk latihan diri yang dapat kita lakukan untuk menggapai bening hati ini adalah

Menilai kekurangan atau keburukan diri.
Patut diketahui bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita tidak tahu apa-apa yang harus kita ubah, bagaimana mungkin kita memperbaiki diri kalau kita tidak tahu apa yang harus diperbaiki. Maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah dengan bersungguh-sungguh untuk belajar jujur mengenal diri sendiri, dengan cara

Memiliki waktu khusus untuk tafakur.
Setiap ba’da shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak? Apakah saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orangnya takabur atau tidak? Apakah saya ini pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga untuk mengetahui diri ini sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan diri kita, (tentu saja tidak perlu kita beberkan pada orang lain). Ketahuilah bahwa kejujuran pada diri ini merupakan modal yang teramat penting sebagai langkah awal kita untuk memperbaiki diri kita ini

Memiliki partner.
Kawan sejati yang memiliki komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata untuk kebaikan bersama yang memiliki komitmen untuk saling mewangikan, mengharumkan, memajukan, dan diantaranya menjadi cermin bagi satu yang lainnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja dengan niat dan cara yang benar, jangan sampai malah saling membeberkan aib yang akhirnya terjerumus pada fitnah. Partner ini bisa istri, suami, adik, kakak, atau kawan-kawan lain yang memiliki tekad yang sama untuk mensucikan diri. Buatlah prosedur yang baik, jadwal berkala, sehingga selain mendapatkan masukan yang berharga tentang diri ini dari partner kita, kita juga bisa menikmati proses ini secara wajar.

Manfaatkan orang yang tidak menyukai kita.
Mengapa? Tiada lain karena orang yang membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yang lebih dibanding orang yang lain dalam menilai, memperhatikan, mengamati, khususnya dalam hal kekurangan diri. Hadapi mereka dengan kepala dingin, tenang, tanpa sikap yang berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah yang perlu kita optimalkan keberadannya. Karenanya, jadikan apapun yang mereka katakan, apapun yang mereka lakukan, menjadi bahan perenungan, bahan untuk ditafakuri, bahan untuk dimaafkan, dan bahan untuk berlapang hati dengan membalasnya justru oleh aneka kebaikan. Sungguh tidak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita. Kerugian adalah ketika kita berbuat kejelekkan kepada orang lan.

Tafakuri kejadian yang ada di sekitar kita.
Kejadian di negara, tingkah polah para pengelola negara, akhlak pipmpinan negara, atau tokoh apapun dan siapa pun di negeri ini. Begitu banyak yang dapat kita pelajari dan tafakuri dari mereka, baik dalam hal kebaikan ataupun kejelekkan/kesalahan (tentu untuk kita hindari kejelekkan/kesalahan serupa). Selain itu, dari orang-orang yang ada di sekitar kita, seperti teman, tetangga, atau tamu, yang mereka itu merupakan bahan untuk ditafakuri. Mana yang menyentuh hati, kita menaruh rasa hormat, kagum, kepada mereka. Mana yang akan melukai hati, mendera perasaan, mencabik qalbu, karena itu juga bisa jadi bahan contoh, bahan perhatian, lalu tanyalah pada diri kita, mirip yang mana? Tidak usah kita mencemooh orang lain, tapi tafakuri perilaku orang lain tersebut dan cocokkan dengan keadaan kita. Ubahlah sesuatu yang dianggap melukai, seperti yang kita rasakan, kepada sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang dianggap mengagumkan, kepada perilaku kita spereti yang kita kagumi tersebut. Mudah-mudahan dengan riyadhah tahap awal ini kita mulai mengenal, siapa sebenarnya diri kita? ***

Selalu Menata Hati

By KH Abdullah Gymnastiar

Betapa indahnya sekiranya kita memiliki qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, terawat dengan sebaik-baiknya. Ibarat taman bunga yang pemiliknya mampu merawatnya dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Alur-alur penanamannya tertata rapih. Pengelompokan jenis dan warna bunganya berkombinasi secara artistik. Yang ditanam hanya tanaman bunga yang memiliki warna-warni yang indah atau bahkan yang menyemerbakan keharuman yang menyegarkan.

Rerumputan liar yang tumbuh dibawahnya senantiasa disiangi. Parasit ataupun hama yang akan merusak batang dan daunnya dimusnahkan. Tak lupa setiap hari disiraminya dengan merata, dengan air yang bersih. Tak akan dibiarkan ada dahan yang patah atau ranting yang mengering.

Walhasil, tanahnya senantiasa gembur, tanaman bunga pun tumbuh dengan subur. Dedaunannya sehat menghijau. Dan, subhanallah, bila pagi tiba manakala sang matahari naik sepenggalah, dan saat titik-titik embun yang bergelayutan di ujung dedaunan menagkap kilatan cahayanya, bunga-bunga itu, dengan aneka warnanya, mekar merekah. Wewangian harumnya semerbak ke seantero taman, tak hanya tercium oleh pemiliknya, tetapi juga oleh siapapun yang kebetulan berlalu dekat taman. Sungguh, alangkah indah dan mengesankan.

Begitu pun qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, serta terawat dengan sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenteram, tenang, sejuk, dan indahnya hidup di dunia ini. Semua ini akan tersemburat pula dalam setiap gerak-geriknya, perilakunya, tutur katanya, sunggingan senyumnya, tatapan matanya, riak air mukanya, bahkan diamnya sekalipun.

Orang yang hatinya tertata dengan baik tak pernah merasa resah gelisah, tak pernah bermuram durja, tak pernah gundah gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun berada, ia senantiasa mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya bagai embun yang menggelayut di dedaunan di pagi hari, jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Hatinya tertambat bukan kepada barang-barang yang fana, melainkan selalu ingat dan merindukan Zat yang Maha Memberi Ketenteraman, Allah Azza wa Jalla.

Ia yakin dengan keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan Allah, hanya dengan menyebut-nyebut namanya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka hatinya menjadi tenteram. Tantangan apapun dihadapinya, seberat apapun, diterimanya dengan ikhlas. Dihadapinya dengan sunggingan senyum dan lapang dada. Baginya tak ada masalah sebab yang menjadi masalah hanyalah caranya yang salah dalam menghadapi masalah.

Adalah kebalikannya dengan orang yang berhati semrawut dan kusut masai. Ia bagaikan kamar mandi yang kumuh dan tidak terpelihara. Lantainya penuh dengan kotoran. Lubang WC-nya masih belepotan sisa kotoran. Dindingnya kotor dan kusam. Gayungnya bocor, kotor, dan berlendir. Pintunya tak berselot. Krannya susah diputar dan air pun sulit untuk mengalir. Tak ada gantungan. Baunya membuat setiap orang yang menghampirinya menutup hidung. Sudah pasti setiap orang enggan memasukinya. Kalaupun ada yang sudi memasukinya, pastilah karena tak ada pilihan lain dan dalam keadaan yang sangat terdesak. Itu pun seraya menutup hidung dan menghindarkan pandangan sebisa-bisanya.

Begitu pun keadaannya dengan orang yang berhati kusam. Ia senantiasa tampak resah dan gelisah. Hatinya dikotori dengan buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain berbahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan.

Sungguh, orang yang berhati busuk seperti itu akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat. Tidak saja hatinya yang selalu gelisah, namun juga orang lain yang melihatnya pun akan merasa jijik dan tidak akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan dicibir dan dilecehkan orang. Ia akan tidak disukai, sehingga sangat mungkin akan tersisih dari pergaulan. Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu, berharta banyak, pejabat atau siapapun; kalau berhati busuk, niscaya akan mendapat celaan dari masyarakat yang mengenalnya. Derajatnya pun mungkin akan sama atau, bahkan, lebih hina dari pada apa yang dikeluarkan dari perutnya.

Bagi orang yang demikian, selain derajat kemuliannya, akan jatuh di hadapan manusia, juga di hadapan Allah. Ini dikarenakan hari-harinya selalu diwarnai dengan aneka perbuatan yang mengundang dosa. Allah tidak akan pernah berlaku aniaya terhadap makhluk-makhluknya. Sesungguhnyalah apa yang didapatkan seseorang itu, tidak bisa tidak, merupakan buah dari apa yang diusahakannya.

“Dan bahwasannya manusia tidak akan memperoleh (sesuatu), selain dari apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberikan balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. An Najm {53} : 39-41), demikian firman Allah Azza wa Jalla.

Kebaikan yang ditunaikan dan kejahatan yang diperbuat seseorang pastilah akan kembali kepada pelakunya. Jika berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan takaran yang telah dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan, niscaya ia akan mendapatkan balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Sedangkan kebaikan dan kejahatan tidaklah bisa berhimpun dalam satu kesatuan.

Orang yang hatinya tertata rapih adalah orang yang telah berhasil merintis jalan ke arah kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan dengan aneka rayuan dunia yang tampak menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan yang lurus. Dititinya tahapan kebaikan itu hingga mencapai titik puncak. Sementara itu ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk memelihara dirinya dari sikap riya, ujub, dan perilaku rendah lainnya. Oleh karenanya, surga sebaik-baiknya tempat kembali, tentulah telah disediakan bagi kepulangannya ke yaumil akhir kelak. Bahkan ketika hidup di dunia yang singkat ini pun ia akan menikmati buah dari segala amal baiknya.

Dengan demikian, sungguh betapa beruntungnya orang yang senantiasa bersungguh-sungguh menata hatinya karena berarti ia telah menabung aneka kebaikan yang akan segera dipetik hasilnya dunia akhirat. Sebaliknya alangkan malangnya orang yang selama hidupnya lalai dan membiarkan hatinya kusut masai dan kotor. Karena, jangankan akhirat kelak, bahkan ketika hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah merasakan nikmatnya hidup tenteram, nyaman, dan lapang.

Marilah kita senantiasa melatih diri untuk menyingkirkan segala penyebab yang potensial bisa menimbulkan ketidaknyamanan di dalam hati ini. Karena, dengan hati yang nyaman, indah, dan lapang, niscaya akan membuat hidup ini terasa damai, karena berseliwerannya aneka masalah sama sekali tidak akan pernah membuat dirinya terjebak dalam kesulitan hidup karena selalu mampu menemukan jalan keluar terbaiknya, dengan izin Allah. Insya Allah!***

Ilmu Pembersih Hati

By KH Abdullah Gymnastiar.

Ada sebait do’a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do’a tersebut berbunyi : Allaahummanfa’nii bimaa allamtanii wa’allimnii maa yanfa’uni wa zidnii ilman maa yanfa’unii. dengan do’a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermamfaat.

Apakah hakikat ilmu yang bermamfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat apabila mengandung mashlahat – memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.

Oleh karena itu, dalam kacamata ma’rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. “Ilmu yang berguna,” ungkapnya, “ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati.” seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, “Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri.”

Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, “Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al Kahfi [18] : 109).

Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit pun!

Akan tetapi, walaupun hanya “setetes” ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.

Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. “Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?” Sang guru menjawab, “Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih.” Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.

Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta’lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.

Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.

Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat.

Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi “tawas”-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.

Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma’rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.

Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma’rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.

Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum’ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?