sumber : http://tanbihun.com/tasawwuf/definisi-riya-dan-penjelasannya/
Tanbihun – Secarabahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatuamal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah yaitu:melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia,dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada AllahSWT[1].
Al-Hafidz Ibnu Hajaral-Asqolani dalam kitabnya FathulBaari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengantujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukanpada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-halkebaikan. Sementara Imam Habib Abdullah Haddadpula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau memintadihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untukakhirat.
Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karenaniat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan caramemperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapatpujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikanpenghormatan padanya[2]. Sebagaimanaulama mengatakan[3]:
وَالرِّيَاءُإِيْقَاعُ الْقُرْبَةِ لِقَصْدِ النَّاسِ
“Riya’ adalah melakukanibadah karena mengharap arah kepada manusia supaya mendapatkeuntungan darinya (pujian dan penghormatan)”.
Oleh itu, Syeikh Ahmad Rifa’i berpesan bahwa riya’merupakan perbuatan haramdan satu diantara dosa besar yang harus dijauhi serta di tinggalkan supayaselamat dan amalnya manfaat sampai di negeri akhirat.
Macam-macam Riya’
Lebih lanjut, beliau menjelaskanbahwa riya’ ada 2 macam, sebagaimana ulama menguraikannya[4]:
وَهُوَقِسْمَانِ : رِيَاءٌ خَالِصٌ كَانَ لاَ يَفْعَلَ الْقُرْبَةَ إِلاَّلِلنَّاسِ ,
وَرِيَاءٌ شِرْكٌ كَانَ يَفْعَلَهَا ِللهِ وَلِلنَّاسِوَهُوَ أَخَفُّ مِنَ الْأَوَّلِ
“ riya’dibagi kedalam dua tingkatan: riya’kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanyauntuk mendapatkan pujian dari manusia, riya’syirik yaitu melakukan perbuatan karena niatmenjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkanpujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.
Fudhail Bin Iyadhberkata:“Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amalankarena manusia adalah riya’ dan ikhlasadalah Allah menyelamatkanmu dari keduanya”.
Oleh itu, sifat riya’ sekiranyasudah menjalar masuk ke dalam aktivitas harian dan mendarah dagingdalam tubuh kita amat susah untuk menghilangkannya, karena merekamenganggap sifat riya’ merupakan satu sikap berbuat baik kepadaorang lain, dengan dalih bahwa apa yang mereka kerjakan dalampandangannya adalah perbuatan yang terpuji, hal ini sesuaidengan isyarat Qur’an dalam surah Al-baqarah ayat 11-12:
وَإِذَا قِيلَلَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُمُصْلِحُونَ
أَلَاإِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَايَشْعُرُونَ
“Dan apabila dikatakan kepadamereka:“Janganlah kamu membuat bencana dan kerusakan di muka bumi”,mereka menjawab: ”Sesungguhnya kami orang-orang yang hanya membuatkebaikan”. Ketahuilah! Bahwa sesungguhnya mereka itulah orang-orangyang sebenar-benarnya membuat bencana dan kerusakan, tetapi merekatidak menyadarinya.
Diantara kelembutan riya’adalah menjadikan ikhlas sebagai wasilah untuk mendapatkan apa yangmenjadi keinginannya. Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah mengatakan, “Dihikayatkan dari Abu HamidAl-Ghazali bahwasanya telah sampai kepadanya kabar, barangsiapayang ikhlas kepada Alloh selama 40 hari, niscaya akan terpancarhikmah dari hatinya melalui lisannya. Ia berkata: “Aku telahberbuat ikhlas selama 40 hari, namun tidak juga terpancar hikmahsedikitpun”. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada orang-orang yangarif, mereka mengatakan kepadaku: Karena kamu berbuat ikhlas untukmendapatkan hikmah, bukan ikhlas karena Allah!”[5]. Yang demikian itu dikarenakan tujuan manusiaberbuat ikhlas untuk mendapatkan kelembutan dan hikmah, atau untukmendapatkan pengagungan dan pujian manusia.
Maka hal ini sesuai denganperkataan ulama ahli sufi, bahwa kita kadang tidak bisa membedakanantara riya’ jali (terang) dan khafi (samar),kecuali orang-orang yang benar-benar selalu mensucikan dalamhatinya hanyalah beribadah kepada Allah semata. Karena dengankedekatan pada-Nya, dalam hatinya sudah dibersihkan daripadapenyakit-penyakit yang buruk (madzmumah)[6]:
وَلَايَسْلِمُ مِنَ الرِّيَاءِ الْجَلِيِّ وَالْخَفِيِّ إِلَّاالْعَارِفُوْنَ الْمُوَحِّدُوْنَ لِأَنَّ اللهَ طَهَّرَهُمْ مِّنْدَقَائِقِ الشِّرْكِ
Allah berfirman dalam suratal-Kahfi ayat 110:
قُلْ إِنَّمَاأَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌوَاحِدٌ
فَمَنْ كَانَيَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَايُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: Sesungguhnya aku inimanusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku, bahwasesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa, Barangsiapa yangmengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakanamal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalamberibadat kepada Tuhannya”.
Ayat diatas menerangkan kepadakita, sekiranya beramal tapi masih mengharapkan pujian daripadaselain Allah, maka sifat riya’ sudah masuk dalam diri kita, dan itusangat berbahaya karena kita beramal untuk menuai hasilnya nanti diakhirat.
Allah SWT berfirman dalam suratAsy-Syuura ayat 20:
مَنْ كَانَيُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ
وَمَنْ كَانَيُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِيالْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
“Barang siapa yang menghendakikeuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, danbarang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikankepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginyasuatu bahagianpun di akhirat”.
Apapun jenis ibadah yang kitalakukan, hendaklah dengan satu tujuan menghadap kepada sangIlaah, seperti sholat yangkita kerjakan setiap hari lakukanlah hanya untuk Allah, baik ketikasholat sendiri atau pun ada orang di sekitarnya, beribadahlah hanyauntuk Allah yang Maha Mulia. Allah berfirman dalam surat al-Maa’uunayat 4-7:
فَوَيْلٌلِلْمُصَلِّينَ , الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ,الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ , وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
“Maka celakalahbagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yangberbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.
Al Qurthubimengatakan makna dari “orang-orang yang berbuat riya,” adalah orangyang (dengan sholatnya) memperlihatkan kepada manusia bahwa diamelakukan sholat dengan penuh ketaatan, dia sholat dengan penuhketakwaan seperti seorang yang fasiq melihat bahwa sholatnyasebagai suatu ibadah atau dia sholat agar dikatakan bahwa iaseorang yang (melakukan) sholat. Hakikat riya’adalah menginginkan apa yang ada di dunia dengan(memperlihatkan) ibadahnya. Pada asalnya riya adalah menginginkankedudukan di hati manusia.[7]
Ini termasuk syirik yangtersembunyi. Nabi SAW bersabda :“Wahai sekalian manusia, jauhilahkesyirikan yang tersembunyi!” Para sahabat bertanya, “YaRasulullah, apa itu syirik yang tersembunyi?” Beliau menjawab,“Seseorang bangkit melakukan sholat kemudian dia bersungguh-sungguhmemperindah sholatnya karena dilihat manusia.
Itulah yang disebut dengan syirik yang tersembunyi.” [HR. IbnuKhuzaimah dan Baihaqi][8].
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapaorang yang berpuasa hanya ingin di lihat orang maka itu adalahriya’, siapa orang yang sholat hanya ingin di lihat orang maka ituadalah riya’, dan barangsiapa yang bersedekah hanya ingin di lihatorang maka itu adalah riya’.(HR. Ahmad).
Riya’ bisa muncul didalamdiri seseorang pada saat setelah atausebelum suatu ibadah selesai dilakukan.ImamGhazali mengatakan bahwa apabila didalam diriseseorang yang selesai melakukan suatu ibadah muncul kebahagiaantanpa berkeinginan memperlihatkannya kepada orang lain, maka halini tidaklah merusak amalnya karena ibadah yang dilakukan tersebuttelah selesai, dan keikhlasan terhadap ibadah itu pun sudah selesaiserta tidaklah ia menjadi rusak dengan sesuatu yang terjadisetelahnya apalagi apabila ia tidak bersusah payah untukmemperlihatkannya atau membicarakannya. Namun, apabila orang itumembicarakannya setelah amal itu dilakukan dan memperlihatkannyamaka hal ini ‘berbahaya’[9].
Tanbihun – Secarabahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatuamal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah yaitu:melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia,dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada AllahSWT[1].
Al-Hafidz Ibnu Hajaral-Asqolani dalam kitabnya FathulBaari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengantujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukanpada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-halkebaikan. Sementara Imam Habib Abdullah Haddadpula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau memintadihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untukakhirat.
Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karenaniat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan caramemperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapatpujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikanpenghormatan padanya[2]. Sebagaimanaulama mengatakan[3]:
وَالرِّيَاءُإِيْقَاعُ الْقُرْبَةِ لِقَصْدِ النَّاسِ
“Riya’ adalah melakukanibadah karena mengharap arah kepada manusia supaya mendapatkeuntungan darinya (pujian dan penghormatan)”.
Oleh itu, Syeikh Ahmad Rifa’i berpesan bahwa riya’merupakan perbuatan haramdan satu diantara dosa besar yang harus dijauhi serta di tinggalkan supayaselamat dan amalnya manfaat sampai di negeri akhirat.
Macam-macam Riya’
Lebih lanjut, beliau menjelaskanbahwa riya’ ada 2 macam, sebagaimana ulama menguraikannya[4]:
وَهُوَقِسْمَانِ : رِيَاءٌ خَالِصٌ كَانَ لاَ يَفْعَلَ الْقُرْبَةَ إِلاَّلِلنَّاسِ ,
وَرِيَاءٌ شِرْكٌ كَانَ يَفْعَلَهَا ِللهِ وَلِلنَّاسِوَهُوَ أَخَفُّ مِنَ الْأَوَّلِ
“ riya’dibagi kedalam dua tingkatan: riya’kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanyauntuk mendapatkan pujian dari manusia, riya’syirik yaitu melakukan perbuatan karena niatmenjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkanpujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.
Fudhail Bin Iyadhberkata:“Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amalankarena manusia adalah riya’ dan ikhlasadalah Allah menyelamatkanmu dari keduanya”.
Oleh itu, sifat riya’ sekiranyasudah menjalar masuk ke dalam aktivitas harian dan mendarah dagingdalam tubuh kita amat susah untuk menghilangkannya, karena merekamenganggap sifat riya’ merupakan satu sikap berbuat baik kepadaorang lain, dengan dalih bahwa apa yang mereka kerjakan dalampandangannya adalah perbuatan yang terpuji, hal ini sesuaidengan isyarat Qur’an dalam surah Al-baqarah ayat 11-12:
وَإِذَا قِيلَلَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُمُصْلِحُونَ
أَلَاإِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَايَشْعُرُونَ
“Dan apabila dikatakan kepadamereka:“Janganlah kamu membuat bencana dan kerusakan di muka bumi”,mereka menjawab: ”Sesungguhnya kami orang-orang yang hanya membuatkebaikan”. Ketahuilah! Bahwa sesungguhnya mereka itulah orang-orangyang sebenar-benarnya membuat bencana dan kerusakan, tetapi merekatidak menyadarinya.
Diantara kelembutan riya’adalah menjadikan ikhlas sebagai wasilah untuk mendapatkan apa yangmenjadi keinginannya. Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah mengatakan, “Dihikayatkan dari Abu HamidAl-Ghazali bahwasanya telah sampai kepadanya kabar, barangsiapayang ikhlas kepada Alloh selama 40 hari, niscaya akan terpancarhikmah dari hatinya melalui lisannya. Ia berkata: “Aku telahberbuat ikhlas selama 40 hari, namun tidak juga terpancar hikmahsedikitpun”. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada orang-orang yangarif, mereka mengatakan kepadaku: Karena kamu berbuat ikhlas untukmendapatkan hikmah, bukan ikhlas karena Allah!”[5]. Yang demikian itu dikarenakan tujuan manusiaberbuat ikhlas untuk mendapatkan kelembutan dan hikmah, atau untukmendapatkan pengagungan dan pujian manusia.
Maka hal ini sesuai denganperkataan ulama ahli sufi, bahwa kita kadang tidak bisa membedakanantara riya’ jali (terang) dan khafi (samar),kecuali orang-orang yang benar-benar selalu mensucikan dalamhatinya hanyalah beribadah kepada Allah semata. Karena dengankedekatan pada-Nya, dalam hatinya sudah dibersihkan daripadapenyakit-penyakit yang buruk (madzmumah)[6]:
وَلَايَسْلِمُ مِنَ الرِّيَاءِ الْجَلِيِّ وَالْخَفِيِّ إِلَّاالْعَارِفُوْنَ الْمُوَحِّدُوْنَ لِأَنَّ اللهَ طَهَّرَهُمْ مِّنْدَقَائِقِ الشِّرْكِ
Allah berfirman dalam suratal-Kahfi ayat 110:
قُلْ إِنَّمَاأَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌوَاحِدٌ
فَمَنْ كَانَيَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَايُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: Sesungguhnya aku inimanusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku, bahwasesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa, Barangsiapa yangmengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakanamal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalamberibadat kepada Tuhannya”.
Ayat diatas menerangkan kepadakita, sekiranya beramal tapi masih mengharapkan pujian daripadaselain Allah, maka sifat riya’ sudah masuk dalam diri kita, dan itusangat berbahaya karena kita beramal untuk menuai hasilnya nanti diakhirat.
Allah SWT berfirman dalam suratAsy-Syuura ayat 20:
مَنْ كَانَيُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ
وَمَنْ كَانَيُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِيالْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
“Barang siapa yang menghendakikeuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, danbarang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikankepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginyasuatu bahagianpun di akhirat”.
Apapun jenis ibadah yang kitalakukan, hendaklah dengan satu tujuan menghadap kepada sangIlaah, seperti sholat yangkita kerjakan setiap hari lakukanlah hanya untuk Allah, baik ketikasholat sendiri atau pun ada orang di sekitarnya, beribadahlah hanyauntuk Allah yang Maha Mulia. Allah berfirman dalam surat al-Maa’uunayat 4-7:
فَوَيْلٌلِلْمُصَلِّينَ , الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ,الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ , وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
“Maka celakalahbagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yangberbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.
Al Qurthubimengatakan makna dari “orang-orang yang berbuat riya,” adalah orangyang (dengan sholatnya) memperlihatkan kepada manusia bahwa diamelakukan sholat dengan penuh ketaatan, dia sholat dengan penuhketakwaan seperti seorang yang fasiq melihat bahwa sholatnyasebagai suatu ibadah atau dia sholat agar dikatakan bahwa iaseorang yang (melakukan) sholat. Hakikat riya’adalah menginginkan apa yang ada di dunia dengan(memperlihatkan) ibadahnya. Pada asalnya riya adalah menginginkankedudukan di hati manusia.[7]
Ini termasuk syirik yangtersembunyi. Nabi SAW bersabda :“Wahai sekalian manusia, jauhilahkesyirikan yang tersembunyi!” Para sahabat bertanya, “YaRasulullah, apa itu syirik yang tersembunyi?” Beliau menjawab,“Seseorang bangkit melakukan sholat kemudian dia bersungguh-sungguhmemperindah sholatnya karena dilihat manusia.
Itulah yang disebut dengan syirik yang tersembunyi.” [HR. IbnuKhuzaimah dan Baihaqi][8].
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapaorang yang berpuasa hanya ingin di lihat orang maka itu adalahriya’, siapa orang yang sholat hanya ingin di lihat orang maka ituadalah riya’, dan barangsiapa yang bersedekah hanya ingin di lihatorang maka itu adalah riya’.(HR. Ahmad).
Riya’ bisa muncul didalamdiri seseorang pada saat setelah atausebelum suatu ibadah selesai dilakukan.ImamGhazali mengatakan bahwa apabila didalam diriseseorang yang selesai melakukan suatu ibadah muncul kebahagiaantanpa berkeinginan memperlihatkannya kepada orang lain, maka halini tidaklah merusak amalnya karena ibadah yang dilakukan tersebuttelah selesai, dan keikhlasan terhadap ibadah itu pun sudah selesaiserta tidaklah ia menjadi rusak dengan sesuatu yang terjadisetelahnya apalagi apabila ia tidak bersusah payah untukmemperlihatkannya atau membicarakannya. Namun, apabila orang itumembicarakannya setelah amal itu dilakukan dan memperlihatkannyamaka hal ini ‘berbahaya’[9].
Imam al-Ghazalimenerangkan bahwa sesiapa yang tidak membuang sifat riya’ini, niscaya akan ditimpa kecelakaan serta akan tergolong dalamgolongan kufur. Jika hal ini berlaku, maka tentulah dia tidak lagilayak memasuki syurga, apatah lagi mencium baunya. Rasulullah SAWmenasihatkan umatnya agar tidak sesekali menyebut kebaikan diri dankeluarga karena sikap demikian akan mendorong seseorang kepadasifat riya’. Justeru, keikhlasan saja yang dapat membunuh perasaanriya’ sebagaimana firman Allah[10]:
وَمَاأُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُالدِّينَ
“Padahal mereka tidak disuruhkecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama dengan lurus”.
Dalam ayat yang lain[11]:
إِنَّاأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللهَمُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ , أَلَا للهِ الدِّينُالْخَالِصُ
“Sesungguhnya Kami menurunkankepadamu kitab (al-Quran) dengan (membawa) kebenaran. Makasembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah,hanya kepunyaan Allah agama yang bersih (dari syirik).”
Ibnu Qudamahmengatakan,”Apabila sifat riya’ muncul sebelum selesaisuatu ibadah dikerjakan, seperti sholat yang dilakukan denganikhlas dan apabila hanya sebatas kegembiraan maka hal itu tidaklahberpengaruh terhadap amal tersebut namun apabila sifatriya’ sebagai faktor pendorong amal itu seperti seorangyang memanjangkan sholat agar kualitasnya dilihat oleh orang lainmaka hal ini dapat menghapuskan pahala.
Adapun apabila riya’menyertai suatu ibadah, seperti seorang yang memulai sholatnyadengan tujuan riya’ dan hal itu terjadi hingga selesaisholatnya maka sholatnya tidaklah dianggap. Dan apabila iamenyesali perbuatannya yang terjadi didalam sholatnya itu makaseyogyanya dia memulainya lagi[12].
Dalam surah al-baqarah ayat 264Allah berfirman:
يَا أَيُّهَاالَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّوَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَالنَّاسِ
“Wahai orang-orang yang beriman,Jangan rusakkan (pahala amal) sedekah kamu dengan perkataanmembangkit-bangkit dan (kelakuan yang) menyakiti, seperti (rusaknyapahala amal sedekah) orang yang membelanjakan hartanya karenahendak menunjuk-nunjuk kepada manusia (riya’)…”.
Secara mudah kita simpulkan bahwariya’ adalah perbuatan yang semata-mata untuk mengharapkansanjungan, pujian atau penghormatan daripada orang lain. Hal iniamat bertentangan dengan kehendak Islam yang senantiasa menyeruumatnya agar beramal atau melakukan perkara kebaikan dengan hatipenuh keikhlasan dan mengharapkan keridhaan Allah. Sekiranyapenyakit ini dibiarkan terus bersarang dalam hati seseorang, lamakelamaan ia boleh membinasakan orang yang mengamalkannya. Kemurnianakidah, keluhuran akhlak dan kesempurnaan amal umat Islam akantercemar dan rusak jika tidak dilandasi keimanan dan keikhlasanhati serta mengharapkan keridhaan Allah. Justru, dalam Islam setiapamal kebajikan yang disertai dengan riya’ adalah tergolongdalam perbuatan syirik kecil yang boleh merusakkan amal kebajikan,melunturkan kemurnian akhlak dan akan mendapat kerugian hidup didunia dan akhirat.
Memang ada di kalangan umat Islamyang melakukan sesuatu amalan kebajikan atau mengerjakan ibadahhanya untuk mengaburi mata orang banyak, Mereka melakukan amalankebajikan atau ibadah untuk menunjukkan yang kononnya mereka baik,pemurah, wara’ atau rajin beribadah. Mereka lakukan karenadidorong hawa nafsu yang selalu berusaha memalingkan mereka yanglemah imannya. Hal ini diperingatkan Allah dalamfirman-Nya[13]:
وَلَاتَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
“Dan janganlah kamu turuti hawanafsu, nanti ia menyesatkan kamu daripada (agama) Allah”.
Dalam surah Muhammad ayat 16, Allahberfirman:
أُولَئِكَالَّذِينَ طَبَعَ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَاتَّبَعُواأَهْوَاءَهُمْ
“Mereka itu telah dicap(ditutup) Allah mata hatinya dan mereka mengikut hawanafsunya”.
Adalah sangat jelas umat Islam yangmelakukan perbuatan riya’ akan mendapat balasan buruk dariAllah. Sementara Rasul sendiri selalu mengingatkan umatnya supayamenjauhi diri daripada perbuatan riya’ dalam beberapahadisnya. Seperti: Rasul SAW bersabda: Awaslah kamu janganmencampuradukkan antara taat pada Allah dengan keinginan dipujiorang (riya’), niscaya gugur amalanmu. (HR.Ad-Dailami).
Dalam hadis lain Rasulullahbersabda: Sesuatu yang paling aku khawatirkan terhadapmu ialahsyirik kecil, lalu ditanya oleh sahabat, apakahsyirik kecil itu ya Rasulullah? Kemudian baginda bersabda:itulah riya’. (HR. Ahmad danBaihaqi).
Untuk menjauhkan diri ataumembersihkan hati daripada perbuatan riya’, umat Islamhendaklah mengamalkan sifat muraqabah. Muraqabah dapatmemperlihatkan dan menghayati kepentingan dan hak Allah denganmemperhitungkan diri sendiri, berapa banyak kebaikan dan dosa yangtelah dilakukan sebagai perbandingan supaya terus berhati-hatidalam setiap perbuatan dan apa jua tindakan yang akandilakukan.
Bertaubat adalah jalan terbaik bagi mereka yang melakukan dosa atauyang terlanjur perbuatannya. Taubat dan istighfaramat dituntut ke atas setiap orang yang beriman. Sebagaimana firmanAllah dalam surat Ali Imran ayat 135:
وَالَّذِينَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَفَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ
وَمَنْيَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَافَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan orang-orang yang melakukanperbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka segera ingatkepada Allah lalu memohon ampunan atas dosa mereka. Dan tiada siapayang mengampuni dosa melainkan Allah dan mereka tidak meneruskanperbuatan kejinya sedang mereka mengetahui”.
Dalam surah lain Allahberfirman[14]:
إِنَّ اللهَيُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
”Sesungguhnya Allah mengasihiorang-orang yang banyak bertaubat dan mengasihi orang-orang yangsenantiasa mensucikan diri”.
Wallahu A’lam…
Ibnu DahlanEl-Madary
Seri Kembangan,Sg.Besi, Selangor, Malaysia
18 Ramadhan 1432H/18 Agustus 2011:)04:00AM
[1] Syeikh Ahmad Rifa’I,Riayah Akhir, Bab Ilmu Tasawuf, Korasan 22, halaman 3,baris 6-8, bisa juga dilihat dalam karangan beliau lainnya dalamkitab Abyan al-Hawaaij, Juz V, korasan 69
[2] Shodiq Abdullah, IslamTarjumah: Komunitas, Doktrin dan tradisi, RaSAIL: Semarang,Desember 2006, halaman 137
[3] Ibid, baris 11
[4] Ibid, Halaman 4, baris2-3
[5] Lihat dalam “DarutTa’arudl Al-Aql wan Naql” Karya Ibnu Taimiyyah (6/66),“Minhajul Qasidin” halaman: 214-221, “Al-Ikhlas”karya Al-Awaiysyah halaman:24, “Al-Ikhlas wa Asy-Syirik”Karya Dr. Abdul Aziz bin Abdul Lathif halaman: 9, dan“Ar-Riya” karya Salim Al-Hilali halaman:17.
[6] Syeikh Ahmad Rifa’I,Riayah Akhir, Korasan 22, Halaman 9, baris 2-3
[7] Al-Qurthubi, Al-Jami’ LiAhkamil Qur’an Juz XX halaman: 439
[8] Dalam hadis lain yangdiriwayatkan oleh Abu Said al-Khudry, Imam Baihaqi sama-samameriwatkan dengan Ibnu Majah mengenai syirik yang tersembunyiini.
[9] Al-Ghazali, Ihya UlumudinJuz III halaman: 324
[10] Surat Al-Bayyinah ayat:5
[11] Surat Az-Zumar ayat2-3
[12] Mukhtashar MinhajilQishidin halaman: 209
[13] Surat Shaad ayat 26
[14] Surat Al-baqarah ayat 222
Share on :